Thursday, December 31, 2020

2020

Halo! Sejujurnya bingung bagaimana harus memulai tulisan ini dengan baik (re: tidak canggung atau kaku) hehe. Tapi mari kita mulai saja...

Hari ini adalah 31 Desember 2020. Hari terakhir dari tahun yang bagi banyak orang adalah tahun yang kurang bersahabat. Saya lihat di berbagai post sosial media kalau rencana mereka banyak yang harus ditunda atau bahkan dibatalkan, padahal sudah disiapkan dari jauh jauh hari. Tahun ini sepertinya memang berat bagi sebagian besar orang di dunia.

Bukannya mau berbahagia di atas kesusahan orang lain, tapi tahun ini saya cukup beruntung. Boleh dibilang, hidup tidak terdampak sebegitu besar. 

Dan seperti biasa, ini adalah rekap cerita saya di tahun ini.

Pertama: Menyelesaikan kuliah untuk kali kedua.
Highlight ringkasan 2019 kemarin adalah momen saya masuk kuliah lagi dan highlight tahun ini adalah saya lulus. Ada hal yang cukup menarik dari perkuliahan 2020 ini, seperti yang juga dialami semua pelajar di dunia: kuliah online. 

Saya masih ingat, minggu kedua perkuliahan di gedung Business School, kami cuma 5 orang yang hadir. 4 pria dan satu wanita duduk menyebar di ruang kelas berkapasitas 50an orang. Hari itu ada temuan kasus kedua di kampus kami dan semua orang bersiap-siap untuk mengisolasi diri untuk menghindari virus. Jadilah hanya kami berlima yang datang ke kampus hahaha. Minggu berikutnya, kelas dijalankan dalam jaringan. Kuliah online berlanjut hingga saya lulus! Jadi dari 4 term saya kuliah di UNSW, hanya 1 term yang kuliahnya normal.

Kalau boleh jujur, masa isolasi/karantina/lockdown di Sydney adalah waktu yang biasa saja buat saya karena memang terbiasa apa apa sendiri dan tentu saja karena saya socially awkward. Jadi di masa itu, saya agak senang karena apa yang saya lakukan selama ini menjadi hal yang normal bagi semua orang sekarang hahahah~ Tapi selain itu juga karena kehidupan di saya tidak terlalu terdampak (masih bisa pergi pergi dalam radius tertentu untuk belanja/makan, pusat perbelanjaan tutup tidak terlalu lama). Masalah utama di masa itu ya soal semangat belajar yang boleh dibilang agak melempem. Terutama di Term 1 2020. 

Pada akhirnya, dengan semua drama drama kecil perkuliahan dan pergeseran prinsip dari yang biasanya "ambisius mengejar nilai paling bagus" ke "nilai optimal dengan usaha minimal", ternyata semuanya selesai juga. Di target tahun lalu ambisius sekali mau mengejar 4 HD dan pada akhirnya hanya kesampaian 2 :))) Tapi saya senang sekali kok! Dua mata kuliah yang nilainya HD adalah mata kuliah yang saya suka dan kerjakan dengan paling sepenuh hati.

Bonus: masuk tim sim game untuk kampus, ditawari jadi tutor untuk tahun depan. 


Oh ya, karena tadi saya sedikit menyinggung soal target tahun lalu, saya sekalian review ah~
Kemarin itu ada 3 target karir. Updatenya: on progress, tidak bisa bicara banyak. Harapannya sih awal tahun besok ada berita baik he he. 

Soal target senang senang, buyar semua. Blame it to the pandemic! HAHA. Kemarin ya cuma di Sydney, tidak kemana mana and I'm totally okay with that. Kalau dipikir-pikir, sih, I'm not that 'travel person'. Orang road trip dikit udah cape, long flight dikit kepikiran~

Tapi kabar baiknya adalah:

Kedua: menemukan teman teman baru.
Tidak banyak, bisa dihitung jari, tapi saya benar benar mengapresiasi hubungan yang dibangun. Mulai dari teman-teman Indonesia yang saya temui di kampus sampai orang lokal yang saya kenal di komunitas relawan kampus. Mereka membuat kehidupan perkuliahan dalam quarantine menjadi lebih seru dengan segala ritual jajan. 





Ketiga: membuka mata akan nilai-nilai yang penting bagi diri saya.
Personal value mulai saya kenal ketika mengambil mata kuliah Professional Skills & Ethics. Selama perkuliahan berjalan, saya semakin mengenal dan memahami nilai-nilai apa saja yang ternyata sangat penting bagi saya dan bagaimana memperjuangkan nilai tersebut. Saya merasa kalau membawa manfaat bagi orang banyak adalah salah satu hal yang sangat penting dan menjadi pertimbangan untuk membangun karir nanti. Ya, kurang lebih seperti itu. 

Keempat: belajar bahasa Prancis.
Ada dua pemicunya:
1. Nonton Emily in Paris
2. Merasa perlu belajar hal baru
Jadilah saya mendaftar kursus bahasa Prancis di IFI. Nah, salah satu sisi baik dari pandemi kali ini adalah berbagai hal jadi online, termasuk kursus bahasa Prancis ini! Baiknya lagi, jadwalnya pas sekali (pagi waktu Jakarta, siang waktu Sydney). Sebenarnya sih dari dulu saya ingin sekali belajar bahasa asing. Beberapa tahun lalu pernah sampai datang ke Goethe-Institut di Jakarta untuk daftar kursus bahasa Jerman tapi waktu itu slotnya sudah habis. huh. Eh ternyata kesampaiannya belajar bahasa Prancis.
Niatnya sih mau belajar lebih lanjut tahun ini. Mau benar-benar diseriusi. Semoga jadwalnya cocok dengan jadwal kerja nanti.

Ya, kurang lebih itu sih yang bisa saya bagi tentang 2020. 
Sekarang ke bagian menyenangkan berikutnya, membuat harapan-harapan untuk 2021!!

Saya memikirkan apa yang ingin saya lakukan tahun depan sembari menulisnya sekarang. Apa ya..
1. Mengajar. Belajar untuk mengajar, mungkin di kampus lama.
2. Coding. Setidaknya fasih menggunakan R atau Phyton, please. 
3. French. Lulus A1 (yang butuh 90 jam lagi).
4. Menabung dengan konsisten :)
5. Mulai fokus untuk navigasi karir, oke?
6. Nonton konser mooner/albert hammond jr/dualipa, pleaseeeeeeee. finger crossed.
7. Jualan lagi.
8. Membaca: 12 buku.

Oh ya, pengen juga sih nulis olahraga di daftar di atas cuma sepertinya saya belum siap aahahaha.

Oke, sepertinya daftar di atas cukup feasible. hehe. Semoga rencana-rencana 2021 kalian juga seru ya! Entah tercapai atau engga, ya yang penting diusahain dulu hehehehe. 

Selamat tahun baru! 
Readmore → 2020

Sunday, June 28, 2020

Beralih ke Menstrual Cup

Sudah lama sekali tidak menulis untuk blog ini! Banyak hal yang terjadi, termasuk perasaan rendah diri yang mengganggu sekali. Huh. 

Kali ini saya ingin bercerita saja tentang pengalaman berganti dari pembalut konvensional ke menstrual cup (menscup)!

Lunette Menstrual Cup


Sebenarnya sudah lama sekali ingin mencoba pakai menscup, mungkin sejak tahun 2018 setelah membaca Bumi atau Plastik. Tapi saat itu rasanya harga menscup mahal sekali, sekitar 700ribu sampai 1 juta rupiah lebih. Kalau dihitung-hitung dengan harga pembalut di Indonesia, harga setahunnya pun belum sebanding. Sebagai bayangan, harga pembalut yang biasa saya pakai (Laurier Super Slimguard) isi 20 pieces adalah 28.000, sepotongnya berarti 1.400 rupiah. Siklus haid saya berlangsung 4 hari dan dalam sehari ganti pembalut sekitar 3-4 kali. Jadi satu kali masa haid, saya rata-rata menghabiskan 15 x 1.400 = 21.000 atau sebanyak 252.000 setahun. Masih sekitar sepertiga dari harga menscup. Memang sih menscup ini bisa dipakai bertahun-tahun, tapi karena seluruh harganya dibayar di muka, saya jadi bolak-balik pikir-pikir dulu. Terlebih lagi saat itu penjualnya belum banyak di marketplace seperti shopee dan tokopedia. Mau cari toko resminya di Indonesia pun belum ada.

Laurier di situs klikindomaret
Singkat cerita, beberapa bulan setelah pindah ke Sydney, saya mulai melihat-lihat lagi soal menscup. Ada 2 hal yang menarik perhatian. Pertama, pilihan merk yang tersedia beragam sekali dan bisa didapatkan dengan mudah baik melalui situs resmi merknya dan juga lewat Amazon. Kedua, harganya hampir setengah harga di Indonesia! Akhirnya saya putuskan membeli Lunette yang saat itu sedang diskon dengan harga sekitar 400ribu rupiah. Senang sekali!! Oh ya, kalau di sini, harga pembalutnya cukup mahal. Untuk pembalut superslim seperti yang saya gunakan di Indonesia harga per kemasan isi 20 potong adalah AUD5.8 atau sekitar 56.000 rupiah. Jadi pengeluaran untuk pembalut di sini jadi 2 kali lipat! Makanya keputusan beralih ke menscup menjadi semakin bulat.

Libra di situs Coles
Jujur rasanya degdegan sekali ketika pertama kali mencoba. Saya membaca instruksi manualnya berulang kali begitu juga menonton video tutorialnya. Ceritanya juga sempat saya bagikan di instagram. Intinya sih, percobaan pertama tidak langsung lancar. Ada insiden menscup tidak masuk dan jatuh karena tangan terlalu gugup hahaha. Ada perasaan mengganjal karena tangkai menscup belum saya potong. Sampai akhirnya pada satu siklus itu, saya coba bandingkan dengan menggunakan pembalut biasa kembali di hari ke 3 dan 4. 

Sebagian cerita di instagram story saya

Ada beberapa hal yang ingin saya garis bawahi dari pengalaman 2 siklus menggunakan menstrual cup:

1. Seperti tidak sedang menstruasi. It's a freedom!

Sejujurnya ini melampaui ekspektasi. Tidak pernah terbayang kalau menggunakan menscup bisa sebegitu mentransformasi pengalaman menstruasi dari yang awalnya riweh harus berganti pembalut tiap beberapa jam sekali dan menghadapi lembab serta bau menjadi sangat ringkas. 

Menghadapi masalah penggunaan pembalut konvensional yang sama setiap bulan selama belasan tahun ya jadinya terbiasa. Namun, ketika menggunakan menstrual cup, duh, benar deh, rasanya sampai lupa kalau sedang haid. Tidak ada keribetan-keribetan harus sering ganti. Tidak ada perasaan 'mengganjal' karena lembab dan bau di bawah. Rasanya tidak pernah sebebas ini!! Percayalah, ini tidak dilebih-lebihkan. Bagi saya, rasanya mirip seperti mendapatkan kebebasan karena dulu, setiap bulan, saya harus menambah beban pikiran atas siklus menstruasi semacam "duh belum ganti pembalut, lembab" atau "duh lagi deras banget ya flow darahnya" dan pikiran pikiran 'kecil' lain yang sebenarnya mengganggu tapi kita tidak sadari karena sudah 'terbiasa'. Ketika memakai menscup, awalnya saya heran, "eh ini sedang haid? kok tidak berasa?". Aktivitas mengosongkan cup pun cukup ringkas karena sekalian mandi. Atau kalau sedang banyak, saya mengosongkan maksimum 3 kali di hari pertama saja. 

Sampai sampai terpikir, kenapa ya baru tahu sekarang? Jadi tiba tiba terpikir juga, ratusan tahun peradaban manusia modern, kenapa ya inovasi produk menstruasi minim sekali? Dan ketika ada, kenapa mahal sekali? Seumur-umur, di rak toko-toko di Indonesia, pilihan produk menstruasi yang saya lihat ya cuma pembalut itu. (Ini secara umum, ya. Bukan toko-toko high-end di pusat perbelanjaan kota-kota besar). Mungkin ya karena itu yang paling terjangkau untuk pasar kita. Tapi...masa iya setega itu dibiarkan terus menerus? Masa iya tidak ada yang menyadari keribetan menstruasi ini? 

2. Skill baru, butuh latihan

Seperti yang disebutkan di atas, percobaan pertama menggunakan menscup tidak langsung lancar. Waktu itu sempat 2-3 kali percobaan sebelum benar benar terpasang dengan baik. Namun, seperti juga skill lain dalam hidup, setelah berlatih beberapa kali, di siklus mens kedua, saya mulai paham trik trik yang bisa diterapkan. Awalnya, saya mesti menarik nafas panjang dan mensugesti diri untuk rileks, kemudian sedikit bersandar agar bisa pasang dengan lancar. Saat siklus kedua, karena sudah tidak terlalu khawatir, 'ritual'-nya jadi jauh lebih cepat. Selain itu, teknik melipat menstrual cup yang paling cocok juga sudah diketahui dari beberapa percoban siklus sebelumnya. Jadi ya tinggal lipat, tarik napas, kemudian menuntun cup masuk dan terpasang dengan baik. Begitu juga saat melepaskan, awal-awal rasanya gugup sekali karena agak risih kontak langsung antara jari dan bagian dalam vagina. Tapi setelah itu ya ketemu sendiri cara termudahnya. Kalau saya sih dengan menarik batang menscup perlahan (back and forth) sampai dasar menscup bisa di-pinch dengan ibu jari dan telunjuk. Setelah itu tinggal ditarik pelan. Pesannya, sih, tidak apa kalau pengalaman pertamanya kurang menyenangkan, please try again until you master it :)

3. Mengenali vagina sendiri

Saya kira saya paham betul bagaimana vagina saya sampai ketika mencoba menscup, ternyata saya salah! Sedikit-banyak perasaan takut dan gugup muncul saat harus meletakan tangan di bagian bawah sana, meraba, memastikan apakah cup sudah terpasang baik. Perasaannya muncul mungkin karena saya mengira bagian itu 'fragile' dan takut akan bikin sakit atau semacamnya. Tapiiii, setelah semua percobaan-percobaan itu, saya baru benar-benar paham kalau vagina sama sekali tidak se-'fragile' itu. Hahaha. Ya buktinya saja perempuan melahirkan, dijahit, dan baik baik saja!! Nah setelah itu, karena sudah mengecek sendiri ya jadi tahu dan tidak canggung atau takut lagi.

4. Manfaat tambahan: lebih ramah untuk lingkungan

Banyak orang beralih ke menscup karena poin ini sebagai alasan utama. Mungkin banyak yang sudah tahu kalau pembalut konvensional tidak bisa didaur ulang sehingga menjadi sampah yang sangat susah terurai (baca: How tampons and pads became so unsustainable). Namun, bagi saya ini lebih seperti manfaat tambahan saja karena poin utama adalah kenyamanan saat digunakan. 


Sebagai penutup (yang lagi-lagi agak nanggung), saya bisa bilang kalau keribetan berlatih di awal sangat remeh kalau dibandingkan dengan kebebasan yang didapat dari pakai menscup. So, I think you should give it a try. Semoga tulisan ini bisa jadi tambahan untuk kalian yang sedang menimbang-nimbang untuk beralih :) 

Adios!

----------

Sebagian ditulis di kampus kemudian dilanjutkan di kamar kosan. 
Kingsford, 28 June 2020 23.22

Readmore → Beralih ke Menstrual Cup