Sunday, December 31, 2017

2017: Yang Selesai dan yang Tidak Selesai

2017 habis beberapa jam lagi. Apa saja yang sudah diselesaikan?

1. Sudah pindah ke Bekasi.
2017 awal, musim hujan.
Hampir setiap pagi hujan deras yang berarti berangkat kerja kehujanan. Cuma bertahan sampai bulan kedua. Akhirnya memutuskan pindah ke Bekasi di bulan ketiga. Kosannya lebih sempit dari Mentas, but that was the best I can find around. Sampai penghujung 2017, saya masih tinggal di Bekasi.

2. Sudah nonton The XX
Juli, ke Sg cuma untuk datang ke konser ini. Datang siang, makan, berkeliling, makan lagi, diantar ke Singapore Indoor Stadium, dijemput ke apartemen, bangun, sarapan, dijemput uber ke bandara, pulang. Konsernya biasa saja, mungkin karena harapan saya yang ketinggian hehehe. Tapi I do enjoy Singapore and I do wanna come back! Sehari semalam rasanya terlalu singkat. Ingin sekali lagi berlama lama di Clark Quay atau sekali lagi berkeliling dengan River Cruise sambil lebih teliti lagi mengamati tempat-tempat yang dilewati. Special thanks to Bu Jess and Bu Gery for making my super short trip very enjoyable and remarkable.
The xx Live in Singapore

With bu Jess and Bu Gery
3. Sudah nonton ERK maraton 4 jam (+ 3 kali show in a row).
Juli. Sepulang nonton The XX, diajak nonton ini. Tiket yang cuma 50 ribu dibalas dengan pertunjukan 4 jam hingga tengah malam. Di awal pertunjukan sih cuma tahu beberapa lagu, setelahnya malah jadi candu. Bahkan sampai mendengar Indie Art Wedding. Beberapa minggu kemudian, mereka main di Bekasi. Sekali lagi saya sambangi. Semakin menjadi-jadi. September, lagi-lagi saya menonton mereka di Bali. Ah, indahnya kalau kecintaan bertemu kesempatan.
Tiket Tiba-Tiba Suddenly Konser

4. Sudah lulus MT (+ setahun kerja pabrik).
Agustus. Tepat setahun saya di pabrik. Setelah presentasi dan dinyatakan lulus, akhirnya tunjangan cair juga hahaha. Resmi dilabeli posisi baru. Tidak banyak yang dicapai. Saya belum perform dengan memuaskan. Soal pekerjaan, semuanya masih ide ide dengan implementasi yang...susah ya ternyata.
Mungkin ini yang dikatakan orang-orang kalau bekerja itu bukan soal teori, tapi bagaimana meyakinkan orang-orang terkait untuk bisa bekerja sama.

BFLDP Presentation Skill Training di Bakrie Tower
Setelah Presentasi Final di Pabrik
5. Sudah Punya Gitar
Sudah punya dan sesekali belajar, tapi tetap belum bisa apa apa. Main beberapa lagu tapi semuanya sepotong dan tidak lancar hahahha.

Ala ala Main Gitar 

6. Sudah nonton Soundrenaline
September. Konser musik paling seru yang pernah saya datangi! Venue yang luar biasa cantik. Baru sadar setelah beberapa kali datang ke pertunjukan musik dan venue-nya yang yaaa begitu saja. Soundrenaline punya panggung-panggung indah berlatar langit biru dan tebing-tebing kapur indah. Sekarang saya tahu kenapa orang-orang tegila-gila pada pulau Dewata.

A Stage Soundrenaline 2017
7. Mendongeng lagi di FDII 2017
November. Yayyyyy! Dan tahun ini panggungnya sungguhan! Penontonnya ramai sampai demam panggung rasanya. Semoga tahun depan saya bisa mendongeng lebih baik lagi (bukan sekadar membacakan cerita) dan dibolehkan ikut FDII 2018 hehehe.



8. Jadi Pengurus Komunitas
Desember. Setelah 2 tahun jadi volunteer yang tidak pernah cukup berani untuk berkomitmen, saya akhirnya mengiyakan ajakan menjadi pengurus. Ditugasi memegang akun media sosial juga sebenarnya hal yang sangat baru buat saya. Ya, kemarin-kemarin kan cuma pernah jadi dedek-dedek pelengkap buzzing event aja. Itupun cuma 2-3 kali. Buat saya sih ini milestone yang sangat harus diperhitungkan. Hahaha, mengingat Dwika belakangan punya kesulitan serius akan komitmen.

Sebagian Pengurus Buku Berkaki Saat Rapat Akhir Tahun
9. Sudah Baca 13 Buku.
Yang di foto memang 12, ada satu buku pinjaman yang sudah dikembalikan jadi tidak sempat difoto. Targetnya sih 24. Dua puluh empat. Yang terealisasi hanya tiga belas. Duh, malu. Mohon jangan mencontoh ketidakproduktifan ini ya teman-teman.
Bacaan favorit saya tahun ini yang sekaligus bacaan penutup 2017: Laut Bercerita. Seperti biasa, novel Leila S Chudori sukses mebuat pekikan girang tengah malam pada adegan-adegan manis Anjani dan Biru Laut. Dan setelah itu membuat saya terisak menangis sedih membayangkan apa rasanya menjadi Anjani, Asmara Jati, atau ibu dan bapak Mas Laut. Pasti hancur sekali kehilangan seseorang tanpa pernah tahu nasibnya. Membayangkan selalu kembali pada kepompong penyangkalan bahwa Biru Laut hilang selamanya. Dihilangkan secara paksa. Oh ya, novel ini juga bikin pingin sekali rasanya ke Solo dan menyicip tengkleng. 2018 mau ke Solo? Sepertinya begitu.

Tumpukan yang Terselesaikan
Apa yang belum?
1. Belum IELTS
2. Belum implementasi program yang berdampak signifikan di kerjaan
3. Belum jalan-jalan jauh.
4. Belum Level 5 Google Local Guide (iyalah, orang baru daftar kemarin)
5. Belum nonton Alt-J/Tame Impala padahal mereka manggung di Bali semua tahun ini. Sedih gak?
6. Belum punya pacar

Sudah baca ringkasan 2016? Umm.. 2016 kelihatan lebih menarik ya. Eh, siapa tahu nanti 2018 saya lebih seru. Jadi 2017 ini semacam fase penenangan gitu sebelum combat phase of 2018 (?).

2017 kamu, gimana?


Readmore → 2017: Yang Selesai dan yang Tidak Selesai

Saturday, November 25, 2017

Lebih Milih Spotify daripada Apple Music

Source: talkandroid.com
Belakangan ini penyedia layanan pemutar musik lagi populer banget. Mulai dari Joox, Spotify, Deezer, Apple Music, hingga aplikasi serupa lainnya yang saya tidak tahu. Kalau dulu kita mau dengerin lagu harus download (illegal) dulu. Atau buat yang bermental anti pembajakan, harus beli di itunes atau beli CD kemudian dipindahkan ke handphone/komputer. Sekarang semuanya jauh lebih sederhana lewat adanya aplikasi dan koneksi internet. Kita bisa langsung mendengarkan lagu tanpa susah-susah download. Semua ada dalam satu aplikasi, cukup ketik judul/artis dan mainkan. 

Saya sendiri salah satu pengguna yang sangat menyukai applikasi di atas, khususnya Spotify. Nah, hari ini niat banget nulis soal Spotify gara-gara kemarin sempat pindah ke Apple Music beberapa hari, terus baru ngeh ternyata Spotify jauh lebih cocok buat saya.

Ada beberapa fitur yang bikin Spotify menang banget dibandingin sama Apple Music. Here's my review:

1. Subscription
Spotify punya layanan gratis dan berbayar. Kalau pakai yang gratisan, kita gak bisa pilih lagu sendiri, semuanya shuffle. Jadi kalau pengen banget dengerin satu lagu, gak bisa langsung play lagu itu. Bisa ke lagu lain si artis atau di album lagu itu. Dengan layanan gratis, kita juga gak bisa replay lagu sebelumnya. Hiks. Sedangkan layanan berbayarnya memungkinkan kita buat melakukan semuanya, termasuk juga menyimpan lagu ke handphone sehingga bisa didengarkan saat offline, dan bebas iklan tentunya. Biaya berlangganannya sih standar, sama dengan biaya layanan Apple Music yaitu sekitar 49ribu per bulan.
Nah, Apple music sendiri memaksa kita buat otomatis subscribe agar bisa menikmati layanannya alias tidak ada layanan gratis. Eh ada deh, tapi cuma free trial selama 3 bulan dengan tetap harus memasukkan informasi kartu kredit. Oh ya, kalau spotify biaya langganannya bisa dipotong dari pulsa (indosat).

2. Charts
Spotify punya peringkat lagu berdasarkan negara dan juga peringkat global. Jadi kita bisa lihat juga top chart di negara-negara lain. Sedangkan Apple Music chartnya berdasarkan genre (dan sepertinya juga otomatis berdasarkan region/negara kita). Menurut saya sih, chartnya Spotify jauh lebih representatif dan aktual. Top Charts Apple Music hari ini punya Virgoun dan Armada di daftarnya. Mereka juga masih punya Despacito. Hmm.

3. Daily Mix vs For You
Ini adalah poin paling signifikan dari semuanya. Spotify punya fitur Daily Mix, keren banget! Dari apa apa yang kita dengerin, mereka memetakannya lewat entah agoritma apa--hail those spotify engineer--dan membuatkan kita semacam personalized playlist yang isinya lagu/artis sealiran. Spotify akan otomatis men-generate beberapa daily mix, dikelompokkan sesuai dengan kemiripannya. Ini bener-bener keren dan asik banget. Bikin kita ngedenger artis/lagu bagus dan sealiran tapi belum pernah kita dengar. Karena mereka bikinin beberapa daily mix, jadi kita bisa pilih sendiri hari ini mau dengerin yang mana. Tidak terbatas hanya satu genre saja. Spotify enables us to explore with such an ease.
Apple Music juga punya fitur mirip sih, namanya For You, tapi gak secanggih Spotify. Mereka gak bisa generate otomatis. Kita mesti pilih dulu genre apa yang kita suka. Ribet. 




4. Recently Played, Jump Back In
Fitur ini gak saya temukan di Apple Music. Saya kadang suka memutar sembarang playlist, ternyata suka. Tapi buat beberapa saat doang, habis itu lupa. Nah, ketika beberapa minggu kemudian pengen denger lagi dan saya lupa itu yang kemarin enak lagunya siapa, fitur ini bantu banget!! Saya tinggal nge-swipe liat Recently Played atau Jump Back In dan tada~

5. Lyrics
Di Apple Music, kita bisa klik lyrics terus keluar deh text liriknya. Plek lirik gitu. Tapi kalau di Spotify, dia kerja sama sama genius.com, situs penyedia lirik yang gak sekedar lirik tapi intepretasinya juga. Jadi yang ditampilin di spotify bukan plek lirik, tapi juga tentang si lagu itu dibikin kenapa dan gimana dan sebagainya.

Secara keseluruhan, jelas saya lebih memilih Spotify karena keunggulan fiturnya. Ya, mungkin juga ini karena apple kan memang bisnis utamanya bukan di sini, jadi mereka kurang apik ngurusnya.

Thanks for reading!

P.s.
Sorry that my previous post hasn't continued yet. Things happened hehe.
Readmore → Lebih Milih Spotify daripada Apple Music

Thursday, October 26, 2017

Tentang Pipa Pipa

Pernah gak sih kalian kebayang gimana ceritanya minyak dan gas dari perut bumi sampai di SPBU dan tabung-tabung elpiji di dapur? Mungkin pernah. Satu dua kali pasti pernah lah ya, denger cerita gimana dua sumber daya alam itu dipaksa keluar, dieksplorasi, hingga diolah jadi bahan bakar yang kita pakai setiap hari. Bahan bakar yang menggerakkan sangat banyak hal yang kita nikmati hari ini. Listrik buat ngecas HP, solar buat genset yang ngasilin listrik kalau lagi mati listrik hahaha. Bensin buat motor dan mobil kita. Gas buat masak makanan yang kita makan tiap hari! 

Kita yang berjarak ratusan bahkan ribuan kilometer dari kilang dan tempat pengolahan minyak dan gas bumi itu bisa dengan gampang menjangkau mereka ya karena mereka ditransport ke tempat yang jaraknya dekat degan kita. Alat transportasi mereka gak cuma satu, dari pipa berukuran besar hingga truk-truk tangki yang sering lewat di jalan raya. Nah, sebagian besar ya memang berpindah melalui saluran pipa. Kenapa pipa? Banyak alasan sih, dua yang saya ingat adalah:
- Pertama, produksi dari migas ini sifatnya kontinu, bukan diskrit. Jadi dia ngalir terus (sepanjang di sumurnya masih ada isi). Jadi karena dia jalan terus, sebaiknya dia dialirkan saja sampai tempat penampunganya atau pengolahannya. (Please cmiiw, soalnya ini ngawang-ngawang, w juga gak paham betul soal urusan migas dari hulu ke hilir ini :D)
- Kedua, ekonomis. Bayangin ya, buat mindahin minyak dan gas (migas) dari perut bumi yang 'ngalir' terus, berapa kali bolak balik kalo pake tangki? Belum lagi ngomongin medan tempuhnya. Kalau di tengah laut? Kalo di tengah hutan? Beda dengan pipa, cuma install sekali. Walaupun, tentu, modal yang ditanam cukup besar.



Pipa-pipa itulah pahlawan kita selama ini, teman teman! Tapi gak pernah kepikiran kan sebegitu berjasa mereka buat kita? (Haha ini lebay). 

Berhubung sekarang saya sedang lekat sekali dengan segala macam pipa mulai dari yang dipakai buat pagar sampai ngalirin migas, saya mau cerita soal pipa baja yang sudah memudahkan hidup tanpa kita sadari. Tulisan ini dipicu dari keisengan jalan-jalan di area operasional beberapa hari terakhir dan teringat kegiatan Bootcamp di Sumbawa. Mirip. Dan waktu bootcamp, tiap hari kami bikin ringkasan soal apa yang kami amati, merefleksikan apa yang kami temui. Kenapa tidak saya tulis juga tentang tempat saya bekerja? :) Sekalian promosi #eh.

Balik lagi soal pipa, dulu juga saya gak pernah tahu kalau pipa punya segambreng spesifikasi walaupun cara buatnya sama. Spesifikasi itu datang dari standar yang dikeluarkan oleh macam-macam instansi. Di Indonesia, misalnya, ada Standar Nasional Indonesia (SNI). Buat pipa penyalur air standar spesifikasinya adalah SNI 0039, buat tiang spesifikasinya SNI 0068. Jadi pemerintah sampai sejauh itu loh mengatur standar pipa pipa yang digunakan di negara kita. Kalau dari luar, ada standar ASTM atau American Society for Testing Materials. Ada juga the ultimate spec yang laris manis buat migas: API (American Petroleum Institute). Oh ya, Bakrie Pipe juga punya Internal Spec sendiri: BOS dan SIO. 

Apa sih bedanya? 
Perbedaan mendasar ya pada peruntukannya. Misal ada yang buat penyalur air seperti SNI 0039 dan ASTM A53 A, buat pancang seperti SNI 8052 dan ASTM A252, atau buat migas seperti API atau DNV. Karena peruntukannya berbeda beda, maka macam standar proses pengujian/inspeksi untuk setiap spesifikasi itu berbeda (walaupun tidak menutup kemungkinan ada juga yang hampir atau bahkan sama untuk spesifikasi yang ekuivalen). Pipa-pipa API punya standar pengujian yang jauh lebih ketat dibandingkan pipa penyalur air atau pipa pancang. Hal ini ya jelas karena benda yang akan dialirkan itu sifatnya berbeda dan apabila terjadi kebocoran pada pipa dampaknya juga akan lebih fatal pada saluran migas dibandingkan pada saluran air.

Selain standar proses pengujian, standar dimensinya juga tidak luput dari perbedaan. (Aduh Bahasa macam apa ini). Misalnya, meskipun sama sama untuk menyalurkan air, ukuran 3 inch ASTM A53 A dengan 3 inch SNI 0039 Medium itu punya standar tebal yang beda loh. Tebal 3 inch A53 A adalah 5.49 mm sedangkan SNI 0039 Medium standar tebalnya adalah 4.00 mm. Kalau boleh saya menebak, perbedaan standar dimensi ini mungkin dipengaruhi dari asal negara si pemilik standar yang kondisi alam dan lingkungannya berbeda-beda dan memerlukan pipa dengan ketahanan tertentu. Dan ketahanan ini salah satunya diperoleh dari proporsi dimensinya.

Kalau secara visual, pipa-pipa berbeda spesifikasi itu memang kelihatannya sama saja. Untuk membedakannya ya cuma bisa dilihat dari ‘marking’ yang biasa ada di ujung bagian luar atau dalam pipa.



Tahu gak sih gimana pipa-pipa itu dibuat?
Proses produksi pipa baja bermacam-macam metodenya. Ada yang dilas, ada juga yang gak di las (seamless). Pabrikan di Indonesia saat ini masih main di metode dengan las. Nah, inipun metodenya masih macam-macam lagi. Ada yang pakai filler metal (kayak ngelas pagar yang pakai kawat las gitu), ada juga yang tanpa filler metal (jadi ujung-ujung bahan yang digelar itu dipanaskan sampai dia agak lembek terus dihimpit sampai mereka nyatu. Ada yang lasannya lurus (longitudinal) aja kayak pipa-pipa di Bakrie Pipe, ada juga yang spiral mirip Astor (ini ga ada di Bakrie Pipe, tapi ada di toko sebelah). Kalau kata orang sih banyak jalan menuju Roma, sama kayak bikin pipa yang metodenya juga banyak. Hehe.

Di Bakrie Pipe, semua pipanya dibuat dengan metode Longitudinal Electric Resistance Welding (ERW). Keren kan namanya? Sederhananya sih itu ujung ujung bahan yang udah ditekuk jadi bentuk pipa dipanaskan dengan bantuan listrik. Mau pipa air, pipa kotak, pipa pancang, ataupun pipa migas, semuanya dilas dengan metode ini. Kedengarannya sederhana kan? Huehehe. Setelah dilas, pipa akan dipotong sesuai panjang yang diminta. Untuk pipa-pipa biasanya dibuat dalam dua panjang. 6 meter atau 12 meter. Pipa air biasanya 6 meteran. Sedangkan Pipa API ada yang 6 ataupun 12 meteran sesuai permintaan si pembeli. Ada istilah yang sering digunakan untuk panjang pipa: DRL (Double random length), SRL (Single random length), dan fixed length. Pipa DRL itu di lapangan diartikan sebagai pipa 12 meteran, sedangkan pipa SRL itu 6 meteran. Tapi kemarin saya habis googling, ternyata pipa DRL itu maksudnya adalah dari satu populasi pipa rata-rata panjangnya 40 kaki (12.20 m) dengan panjang individunya ada pada rentang 37.5 kaki (11.43 m) sampai 42.5 kaki (12.95 m). Sedangkan SRL itu rata ratanya 20 kaki (6.10 m) dengan rentang panjang individunya 17.5 kaki (5.33 m) sampai dengan 22.5 kaki (6.86 m). Kalau fixed length itu, per individu pipa panjangnya ditentukan misal 6 meteran, tetap dengan toleransi tertentu pastinya. (ini saya cerita panjang lebar soal panjang gara gara saya excited banget kemarin baru tau gitu, sih ._.)



Jalur produksi pipa sejujuranya berisik banget. Kalo ngomong mesti kenceng-kenceng nyaris teriak. Deru mesin dan baja-baja beradu. Duh. Ya namanya juga nekuk lembaran baja yang selembarnya itu tebel gak kayak selembar kertas. Eh tapi sebenarnya bentuk dari lembaran baja bahan pipa ini mirip tisu roll di toilet deng. Namanya Hot Rolled Coil (Bahasa Indonesia-nya ‘Baja Canai Panas’ bahaha lucu kan). Jadi si Coil yang digulung pas lagi panas ini ujungnya dimasukin ke mesin, terus ditekuk pakai segala macam roll biar bentuk ya jadi kayak pipa, terus dilas, dan dipotong. Gitu kurang lebih. Di sini banyak statsiun kerja yang ada bunga-bunga apinya juga. 

Setelah selesai proses produksi dan lolos serangkaian inspeksi dan pengujian, pipa akan menuju proses dilapisi untuk menghindarkan dari karat. Lapisannya ada bermacam-macam, mulai dari semprotan varnish, dengan celupan zinc (seng) lewat proses galvanize, hingga pelapisan dengan polimer seperti epoxy, polypropylene, atau polyethylene. Di Bakrie Pipe, kami bisa semuanya #iklan.



Terakhir, pipa akan disimpan di satu lapangan terbuka. Ditumpuk rapih, ada yang disusun bentuk persegi panjang, ada juga yang trapesium sama kaki (di lihat dari samping). Untuk pipa-pipa general market malah lebih warna warni karena di ujungnya ada pelindung plastik berbentuk cup dengan warna berbeda-beda. Hijau untuk SIO, biru untuk SNI 0039, oranye untuk BOS, ungu untuk A53 A. Ini instagramable banget sih. Tapi ini restricted area jadi kalian gak bisa foto-foto disini karena ganggu lah. Ada crane bolak balik angkat pipa yang beratnya bisa bikin kalian penyet kalau ketiban. Oops. 


Proses-proses tadi gak akan bisa menghasilkan pipa kualitas terbaik kalau tidak ada orang-orang yang menjalankan dan memastikan prosesnya. Di post selanjutnya, saya akan cerita soal orang-orang yang saya temui di sini.

Sampai ketemu dua minggu lagi :)
Readmore → Tentang Pipa Pipa

Tuesday, September 5, 2017

Antiklimaks Indonesia v Fiji

Beberapa tahun lalu, saya pernah menulis "Nonton Timnas langsung di station" pada wishlist. Tulisan random akhirnya benar benar terwujud. Saya pergi ke GBK untuk menyaksikan laga friendly match Indonesia v Syria, November 2014. Waktu itu stadion bahkan tidak terisi separunya, tapi perasaan bangga campur aduk senang dan excited tetap begitu luar biasa saat Indonesia Raya dikumandangkan. Sorak sorai dan yel-yel bergema sepanjang pertandingan. Nagih. Pengalaman pertama yang menyenangkan dan membuat saya sekali lagi menaruh harap untuk kembali datang menyaksikan pertandingan lainnya.

Gelang Tiket dari Bapak Calo

Ternyata semesta raya mewujudkan harapan random saya sekali lagi. Siapa sangka Timnas bertanding di Bekasi Sabtu kemarin?

Pertandingan-pertandingan Timnas biasanya diadakan di GBK. Namun karena GBK saat ini sedang dalam proses renovasi untuk persiapan ASIAN Games 2018, maka pertandingan-pertandingan yang biasa diselenggarakan di GBK dipindahkan ke Stadion di kota-kota penyangga seperti Stadion Pakansari, Bogor dan Stadion Patriot, Bekasi! Tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan ketika tahu Timnas akan main di Bekasi. Tiket pertandingan langsung dibeli tanpa pikir panjang. VIP Timur, cuma Rp50.000.
Matahari masih terik

Membeli tiket tanpa pikir panjang dan sekadar klik adalah hal yang sangat penting untuk dihindari. Dalam kasus ini, saya membeli tiket untuk seat yang berada di sisi Timur lapangan dengan kondisi pertandingan mulai pukul 16.00. Pukul 16.00 adalah waktu saat matahari masih cukup terang bahkan panas di Bekasi dan posisinya menyorot tribun timur. Pintar sekali kemarin saya main asal beli tiket.

Hal berikutnya yang luput dari perhatian saya adalah mekanisme penukaran e-voucher yang didapatkan dari pembelian online. Pengalaman pertama menukar e-voucher pertandingan sepak bola saya sangat mulus. Antrian wajar bahkan tergolong sepi. Saya pikir akan semudah itu lagi. Tapi ternyata beda jauuuuh. Loket penukaran sebenarnya ada beberapa dan buka dari jam 10 pagi. Kami sampai di sana jam 3 sore dengan kondisi antrian sangat sesak di depan semua loket. Ha!! Setengah jam menunggu di ujung taman sambil menonton orang-orang latihan inline skate, ternyata loket masih super ramai. Apalah daya kami, dua anak mager dengan daya juang antri yang rendah, selain menyerah pada bapak-bapak calo yang menyelamatkan kami dari terik matahari di tribun timur ke bagian barat. Sebenarnya sih bukan hanya selamat dari panggangan terik, tapi juga ledakan petasan yang memakan korban jiwa.

Perjalanan mencari pintu masuk bagian barat ini pun tidak semudah yang dikatakan bapak penjual tiket. Pintu barat ada di seberang yang berarti kami harus memutar. Dengan riuh rendah yel-yel penonton yang sudah ramai di dalam stadiun, rasanya malah semakin tidak karuan takut ketinggalan laga. Hahaha. Padahal sudah jelas jelas masih ada waktu sekitar 15 menit menuju jam yang tertera pada tiket.

Dari marah, lelah, sampai pecah tawa kami. Marah pada satu sama lain karena tidak bisa sabar dan menerima kenyataan antrian penukaran yang begitu ramai. Lelah berjalan memutar (karena kami jarang olah raga, tentu). Akhirnya pecah juga tawa kami menertawai kebodohan-kebodohan ini.

Menonton langsung pertandingan Timnas setelah seminggu lalu cuma menyaksikan mereka di TV rasanya senang sekali! Woooah. Vibrant. We're part of the match! Bekali-kali kami mengagumi diri yang akhirnya ada dalam stadion setelah bertahun-tahun absen. Tsahhhh. (Padahal saya baru menonton sekali sebelumnya).

Pertandingan dimulai


Pertandingannya sih berjalan seru dan cukup bagus dengan akhir tanpa gol untuk kedua tim. Saya kurang bisa mengomentarinya karena memang cuma sekadar penonton yang senang dengan aura-aura magis dan bersemangat di stadion saat Timnas main. Menurut saya sih Timnas sudah bermain cukup bagus, sayang serangannya masih kurang akurat dan masih belum bisa menghasilkan gol. Pertahanannya juga bagus. Dan Timnas larinya lebih kencang. Tidak ada kartu selama pertandingan.

Tahu penyelamat kelaparan
Perhatian saya lebih banyak teralih pada tingkah laku para penonton. Mulai dari mereka yang seniat itu membawa berbagai perlengkapan dan memakai segala atribut. Total sekali. Kami agak malu juga datang dengan kaus seadanya tanpa atribut ala ala. Salut pada mereka yang sepanjang pertandingan tidak habis energinya untuk sahut menyahut yel. Atraktif. Sering kali saya hilang fokus beberapa saat karena yel-yel itu. Ketika sadar malah sudah terlewat satu bagian seru pertandingan.

Mulai Gelap
Oh ya, ada seorang penonton usia SMP/SMA di bangku depan kami bersama ayah dan ibunya. Lengkap dengan jersey Timnas dan syal bertuliskan Indonesia. Sepanjang babak pertama anak ini begitu sibuk mengutak atik layar ponselnya berusaha meng-update feed instagramnya. Saya garis bawahi: sepanjang babak pertama. Dia cuma beberapa kali menoleh ke lapangan. Mungkin eksistensi dunia maya buatnya merupakan sesuatu yang mutlak. Mutlak agar orang-orang di dunia mayanya tahu bahwa ia sedang menyaksikan laga Timnas meskipun ia tak sepenuhnya menyaksikan. Anak ini baru benar-benar menonton di babak kedua. Bahkan sepertinya sang ibu lebih banyak menonton ketimbang dia. Bukan apa-apa, saya sih cuma heran hehe.

Ketika peluit wasit mengakhiri pertandingan, sebetulnya semua berakhir dengan aman dan tentram. Tapi entah dari mana ceritanya tiba-tiba kepulan asap melesat dari bangku sisi kanan lapangan. Sisi yang sepanjang pertandingan tadi meneriakkan yel-yel paling heboh dan semangat. Kepulan asap itu menuju bangku penonton seberang kami, bagian Timur. Ada yang menyala di sana. Kami pikir hanya bendera yang terbakar. Penonton di sisi kanan lapangan membubarkan diri lebih cepat dari yang lain. Beberapa saat berikutnya barisan polisi berseragam masuk ke area itu. Kami masih berpikir kejadian tadi hanya ulah iseng tanpa dampak serius.

Kami pun masih duduk-duduk hingga lampu-lampu di bangku penonton mulai dipadamkan. Duduk dan melihat pemain Timnas Fiji masih lari bolak-balik di pinggir lapangan. Beberapa orang penonton berusaha meminta jersey dengan memanggil-manggil mereka sambil menunjuk baju. Entah berhasil atau tidak, kami pulang duluan.

Kami tercengang ketika membaca news sticker yang ada di salah satu saluran TV. Satu orang tewas akibat ledakan petasan  di akhir laga Timnas Indonesia v Fiji. Gila.

Tidak habis pikir, buat apa bawa petasan? Apa serunya? Tidak cukup kah keseruan akibat adrenaline rush sepanjang laga? Sampai-sampai ada korban jiwa. Gila. Sayang sekali.

Sangat disayangkan hal semacam ini terjadi. Padahal ada pemeriksaan di setiap pintu masuk stadion. Padahal, pertandingan berlangsung tanpa tensi emosi. Entah apa yang salah.

Kejadian ini adalah antiklimaks dari excitement yang sudah terbangun sedari awal. Ganjil rasanya. Seganjil akhir dari tulisan ini. Saya pun bingung menggiringnya pada penutup. Letupan-letupan semangat mendukung Timnas tiba-tiba terombang ambing oleh kekesalan pada hal bodoh pada akhir petandingannya.

Semoga penonton dan pendukung bisa lebih bijak ke depannya. Semoga mereka bisa berpikir lebih panjang sebelum membawa apalagi menyalakan petasan dan semacamnya dalam stadion. Semoga mereka lebih sadar akan keselamatan diri dan orang lain.



Maaf untuk penutup tulisan yang benar-benar aneh ini.

Telepas dari kekacauan akibat petasan, saya tetap ingin kembali menonton Timnas jika ada kesempatan.

Bekasi, 4 September 2017 11:59 PM



Readmore → Antiklimaks Indonesia v Fiji

Monday, August 14, 2017

BFLDP 2017: A Personal Point of View

Bakrie Future Leader Development Program (BFLDP) adalah semacam program Management Trainee (MT) yang dirancang selama setahun. BFLDP dijalankan lewat Bakrie Solusi Strategis (BSS) dari proses rekrutmen hingga trainingnya. Program ini sudah dimulai sejak Juni lalu. 
Poster Rekrutment BFLDP 2017
Sekitar bulan maret, grup chat teman-teman kuliah saya agak ramai dengan poster di atas. Sangat menarik waktu itu grup perusahan yang membeasiswai kuliah kami sampai lulus membuka program popular bagi anak baru lulus: Future Leader Program. Waktu itu masih ada dalam masa-masa gencar (sebagian dari) kami mencari kerja karena baru lulus. Banyak teman-teman yang mendaftar, saya juga sebenarnya cukup tergoda. Terus terang saja, ini kan program punya perusahaan induk, pasti kesempatan yang ditawarkan jauh lebih besar, pikir saya waktu itu. Padahal, saya sudah bergabung lebih dulu dengan program MT Bakrie Pipe Industries (BPI) sejak September 2016. Oh jelas, godaannya cuma sebatas ingin, tidak sampai benar-benar mendaftar. (Karena di sisi lain, program MT BPI punya ikatan dinas dan sistem penalti yang tidak memungkinkan saya untuk loncat begitu saja, hehe).

Tanpa disangka-sangka, di bulan Juni saya mendapat email dari pihak HRD BPI dan juga BSS yang isinya kami (MT se-BPI raya) diundang mengikuti Kick-off BFLDP dan otomatis menjadi peserta BFLDP 2017.

Awalnya sih agak kurang ngeh kenapa kami bisa jadi peserta BFLDP dan bingung bedanya dengan program MT yang sudah kami jalani dan akan segera berakhir di akhir Agustus ini. Awalnya agak khawatir, apakah kami yang sudah jalan hampir setahun ini harus mengulang program serupa.

Tapi setelah Kick-off, akhirnya paham juga maksudnya apa.

Jadi, BFLDP sudah ada dari tahun-tahun sebelumnya. Namun, BFLDP pada tahun-tahun tersebut hanya berfokus untuk memenuhi kebutuhan perusahaan induk kami. Setelah melalui berbagai pertimbangan seperti perlunya hubungan erat antar-unit usaha sedari awal, maka diputuskanlah 2017 menjadi tahun dimana program serupa diseluruh unit dilebur menjadi satu dan dikelola oleh BSS. Ada 24 orang peserta program dari berbagai unit tahun ini yang rata-rata adalah fresh graduate. Adapun unit yang bergabung dalam BFLDP 2017 adalah Bakrie Autoparts, Bakrie Building Industries, Bakrie Indo Infrastructure, dan Bakrie Pipe Industries. Saya dan teman-teman MT BPI yang sedari awal diseleksi dan mengikuti program yang dikelola secara mandiri oleh HRD unit pun jadi diikutkan BFLDP.

Ekspektasi terhadap program ini terkskalasi cukup tinggi pada saat Kick-Off. Ada Pak Irwan Sjarkawi, Preskom Bakrie Brothers. Ada Chief dari tiap unit. Ada pemaparan strategis tentang grup Bakrie ke depannya. To be honest, I never expect they took the program this serious.

Program ini dibagi menjadi beberapa tahap: Personal development training, Inter-unit field visit, in class training for marketing, operations, and finance, dan tentu on the job training. Setiap kuarter akan ada presentasi tentang progress program dan project dan dievaluasi. MT angkatan saya di BPI hanya mengikuti 2 tahap saja: Personal development training dan inter-unit field visit. Ini karena kami sebelumnya sudah mendapatkan materi in class di pabrik oleh manajer masing-masing yang dinilai cukup setara dengan in class training BFLDP (agar tidak dobel).

Saya baru saja menyelesaikan personal development training terakhir Rabu kemarin. And it was higher than my expectation! All of it!

Training pertama yang kami terima setelah kick-off adalah “Effective Self Management”. Materinya dari membangun komunikasi efektif, human relation, mengelola konflik, hingga mengelola waktu. Bagian favorit saya jelas soal komunikasi dan human relation. Saya cukup bermasalah dengan kedua hal tersebut. Percaya atau tidak, training kemarin benar-benar mengajarkan banyak hal dalam membangun human relation dan komunikasi lebih baik. Tentang bagaimana mengenali siapa yang saya hadapi dan bagaimana berkomunikasi dengan orang tersebut. Dulu sih, seringnya terlalu egois dengan ‘bodo amat’. Sekarang jadi lebih peduli dengan detail-detail tentang lawan bicara hehe. Hopefully I can always apply it better and better. Bagian menyenangkan lain tentu saja bisa kabur dari rutinitas pabrik selama 4 hari penuh (1 day kick-off preparation + 1 day kick-off + 2 days training). Saya selalu suka training karena berarti bisa rehat dari urusan pabrik hahaha. Mei kemarin juga saya diberi kesempatan training Production/Operation Planning and Inventory Control di Menteng seminggu penuh, senangnyaaaa.

Personal development training kedua (atau terakhir) adalah tentang Presentation Skill. Ini juga bagus sekali. Trainernya adalah chief HRD BA, Pak Rida Jacobalis. Saya pikir training ini akan jadi “begitu saja” karena sebelumnya saya pernah ikut seminar macam ini di kampus tapi sayang tidak banyak yang didapat. But, hey, ternyata ini beda! Detail sekali, dari anjuran penggunaan visual aids seperti teknis desain presentasi, cara berdiri, cara bicara, cara menjawab pertanyaan, pentingnya pembuka dan penutup presentasi yang berkesan, sampai anjuran grooming. Dulu-dulu saya selalu merasa presentasi saya sudah cukup bagus. Tapi training ini akhirnya bikin kepercayaan diri saya yang ketinggian itu langsung turun drastis. Baru sadar kalau presentasi saya kacau sekali selama ini. Bicaranya terlalu cepat, acak-acakan, kurang terstruktur, kurang detail (karena selalu merasa audience paham apa yang saya bicarakan). Setelah dicekoki latihan dan teori di hari pertama, hari kedua kami dihabiskan untuk presentasi betulan tentang unit masing-masing, satu-per satu. 8 menit presentasi, 2 menit tanya jawab. Dengan penampilan rapih dan wajib improving dari presentasi awal.


A post shared by Kadek Dwika (@yundarani) on
Presentation Day

2 hari setelah training, kebetulan saya mengisi acara untuk orang tua dan calon mahasiswa baru di kampus. Hari itu saya memperhatikan Ibu Ananda, seorang dosen Ilmu Komunikasi dan juga Kepala Bagian Marketing kampus, saat membuka sesi beliau menggunakan menjawab pertanyaan persis seperti yang diajarkan Pak Rida saat training. Listen, Rephrase, Check, Answer, Confirm. Begitu juga saat Pak Boy, dosen Business Information System ketika beliau menjawab pertanyaan. Woahhhh. Tapi ya, ternyata susah untuk secara tertib menjawab pertanyaan dengan metode itu. Saat saya presetasi di depan mereka, tetap saja lupa me-rephrase and check the question dan confirm the answer. Tapi cukup oke lah, hari itu saya berhasil sedikit mengerem kecepatan bicara dan sudah agak lebih detail bicaranya.

Satu lagi manfaat lain dari dileburnya program ini adalah kami jadi tau lebih banyak tentang unit lain yang ada di Grup Bakrie. Selama 9 bulan MT sebelum akhirnya masuk BFLDP, yang saya tahu ya cuma BPI. Saya tahu unit lain hanya sebatas nama perusahaannya saja. Di BFLDP, lewat field visit kami dibawa mengunjungi pabrik-pabrik yang dimiliki oleh unit. Kami diajak melihat langsung proses casting di BA, proses machining di BMC, proses produksi Harflex dan Versa di BBI, dan tentu proses produksi pipa baja di tempat kami. Insight-nya: banyak yang dikerjakan, grup ini adalah satu keluarga yang cukup besar.


Field Visit to Bakrie Autoparts
Dan setelah semua training dan program yang hampir selesai ini, saya berharap semoga tidak sia-sia apa yang mereka investasikan pada saya, sebagaimana juga semoga tidak sia-sia waktu yang saya habiskan di sini.
Wish me luck!

P.S.
Tulisan ini hanyalah sebentuk excitement saya terhadap program yang sedang saya jalani.
P.P.S
Program saya akan berakhir akhir bulan ini. Belum bikin laporan. Sebenarnya sih daripada saya menulis panjang lebar di post ini harusnya saya menulis laporan akhir. Tapi ya, sama seperti permasalahan menulis skripsi, rasanya malas sekali. Ugh.

Harapan Indah, 13 Agustus 2017 10:44 PM


Readmore → BFLDP 2017: A Personal Point of View

Sunday, July 30, 2017

Dari The xx sampai ERK

Konser pertama yang ditonton di tahun 2017: The xx Live in Singapore! Hoaaaah. Saya sudah mendengarkan the xx sejak beberapa tahun lalu. Mungkin ketika awal-awal kuliah, tepatnya lupa. Dari kali pertama suka The xx sampai sekarang pun, saya belum pernah bertemu teman yang juga suka dengan band asal Inggris ini.

Jujur saja, saya bukan fans berat The xx. Tapi memang musik mereka bagus dan saya suka sekali. Kebetulan ada kesempatan mereka manggung di Singapura. Pikir waktu tahu mereka akan muncul di negeri seberang sesederhana “oke, ini alasan bagus buat ke Sg. Berangkat ah.”

Jadilah di awal April, satu tiket dibeli online, tepat di hari dan jam pertama penjualan tiket mereka. Hahaha.


Menonton band kesukaan di negara orang adalah pengalaman baru. Saya sampai venue 15 menit lewat dari jam yang tertera di tiket. Beruntung ternyata yang sedang di panggung masih opening act: Sampha. Setelah menemukan tempat duduk, awalnya agak canggung karena di sebelah kiri dan kanan adalah pasangan. Hahaha! Okay, saya mencoba embracing the ambience. Tapi entah kenapa tetap terasa kurang nyaman. Terlebih, setelah opening act selesai tampil, ada jeda sekitar 30 menit. Mulai tidak sabar.


Oh ya, mungkin saya yang cupu, saya baru tahu kalau di sini orang-orang menonton konser itu sambil minum bir yang memang dijual penyelenggara. Minum bir dan sibuk ngobrol-ngobrol, setidaknya di waktu-waktu awal sebelum The xx keluar. Rasanya seperti band yang sedang main di panggung cuma backsound mereka.


Entah memang tipe konsernya yang seperti itu dan saya yang kurang cocok. Atau mungkin memang konser kemarin kurang bagus. Saya sebenarnya berharap lebih banyak. Sayang sekali aura magis konser yang bikin merinding itu baru bisa dirasakan di akhir ketika mereka mebawakan ‘Angels’. Dan, mereka mainnya singkat sekali Cuma sekitar 1 jam. Huahhhh. Terlalu sebentar.

Dulu waktu nonton TS di Ancol (walaupun saya bahkan bukan pendengar TS dan penontonnya kebanyakan masih bocah), kok rasanya lebih hype ya. Atau waktu konser SHJ (waktu itu saya fangirl!). Beuh, itu lebih gila lagi letupan-letupan kebahagiaan waktu nontonnya.

Tapi saya sih sama sekali tidak menyesal datang ke Sg. Ada cerita tentang perjalanan dan menikmati negara-kota ini dalam waktu kurang dari 8 jam yang malah lebih seru dari cerita soal konser (post terpisah, setelah ini).

***

Omong-omong, saya bukan maniak konser, juga bukan penggemar berat Efek Rumah Kaca. Tapi, lagi lagi memang karena kesempatan yang saya punya cukup bagus, Selasa malam saya nonton the xx, Rabunya saya nonton ERK di Kuningan City. Kebetulan sekali.

Padahal, tiket 'Tiba Tiba Suddenly Konser Again' ERK ini dijual hanya 3 jam sebelum konser langsung di venue. Gila. Mana mungkin saya akan susah payah sebanyak itu buat menonton band yang cuma sekadar saya dengar. 

Saya jadi nonton konser maraton. Macam pencinta musik padahal aslinya cuma mba-mba pabrik yang kebetulan dengar band-band indie, yang dengan konspirasi semesta membuatnya bisa ada di konser-konser hype itu. Bahahahha. Credit to teman kantor yang hobi meracuni saya dengan segala macam selera musiknya dan antri tiket ERK buat kami.

***

Saya datang ke venue langsung dari CGK tanpa ekspektasi apa apa. Pertama memang karena cuma intens mendengarkan 1 album lama ERK saja. Kedua karena album terakhir mereka susah didengarkan. 

Penampilan mereka dibagi menjadi 2 sesi dengan total durasi sekitar hampir 4 jam. Sesi pertama mereka membawakan lebih banyak lagu-lagu di album barunya. Bisa ditebak, saya kurang paham. Tapi karena penontonnya larut sekali, saya jadi menikmati menjadi bagian dari larutan penonton dalam lagu lagu ERK. 

Nah, sesi kedua mereka mebawakan lagu dari album-album yang dulu memang saya donlot dan dengar dengan frekuensi yang cukup banyak hahaha. I sing along! 

Ada banyak lagu-lagu yang dulu cuma sekadar didengar selewat jadi didengarkan lebih serius setelah konser ini. Saya jadi jatuh cinta dengan 'Melankolia' dan 'Biru'. Padahal dulu mungkin tidak pernah sadar lagu ini ada. 

Ternyata ERK lebih bagus daripada ekspektasi saya. Walaupun dulu (dan sekarang pun kadang masih) sering sinis dengan liriknya.

Ada banyak isu sosial yang mereka angkat, bukan lagu cinta melulu. Seandainya mereka yang mendengarkan bisa lebih serius memaknai lagu-lagunya (bukannya hanya sekedar menyanyi ketika konser), pasti efek baiknya akan bisa lebih besar.

Lagu-lagu mereka bercerita tentang banyak hal. Saya jadi berpikir, apakah mereka yang mendengar benar-benar paham? Atau cuma sekedar membeo (seperti juga saya kemarin-kemarin)?

video credit: Mas Dimas.

Terlepas dari segala skeptisme saya, harus diakui kalau ERK menghasilkan karya-karya bagus. Jika ada kesempatan, rasanya tidak akan berpikir dua kali untuk datang lagi.

***

Random fact:
Karena semalam sebelumnya juga menonton konser, saya jadi memperhatikan perbedaan antara keduanya. Perbedaan the xx kemarin dengan ERK hari ini selain karena skala konser dan tipe venuenya adalah hal-hal yang dilakukan penonton saat menunggu konser dimulai. Di sg kemarin, orang-orang minum bir dan ngobrol di dalam venue (gate sudah dibuka sejam sebelum konser dimulai). Di jkt, orang-orang merokok dan ngobrol di luar (karena gate baru dibuka sesaat sebelum konser dimulai). 

***

Menonton konser memang cuma kebutuhan tersier. Bukan hal mandatory dilakukan agar bisa bertahan hidup. Tapi, menonton konser adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa dikerjakan untuk lebih menikmati hidup. Sama seperti travelling, atau menonton bioskop. 

Sudah datang ke konser apa tahun ini?

Bekasi, 29 Juli 2017 10.57 PM
Readmore → Dari The xx sampai ERK

Tuesday, July 11, 2017

Jadi Anak Pabrik 101

Disclaimer: tulisan ini sepenuhnya dari pengalaman saya bekerja di salah satu pabrik milik perusahaan Indonesia dan tidak dijamin keakuratannya dengan yang terjadi di pabrik lain.

Dosen saya dulu waktu awal-awal kuliah pernah bilang "Jangan sampai lulusan Teknik Industri tidak mau kerja di pabrik, maunya di kantoran saja". Perkataan beliau ini merujuk pada kenyataan lulusan sarjana TI sekarang banyaknya mau kerja yang terlihat prestisius di gedung-gedung megah, tidak mau berkotor-kotor menyentuh pabrik.


Memang sih, pabrik itu kesannya selalu panas, kotor, dan kurang keren. Apalagi buat perempuan. Di awal interview pekerjaan ini pun saya ditanyakan hal yang sama menyangkut gender saya, dimana tempat kerja saya ini persentase wanitanya (sepertinya) tidak sampai 10 persen. Mereka menanyakan keseriusan dan kesanggupan saya akan bekerja di area yang mayoritas lelaki. Mungkin saat itu mereka mengkhawatirkan saya. Terlebih apabila nanti diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk mengurus tim yang isinya laki-laki seumuran bapak saya. Hahaha. Pertanyaan yang benar-benar di luar pemikiran ketika interview. 

But, hey, it's been 10 months dan ternyata hidup di pabrik tidak buruk sama sekali kok. Jauh dari semua kekhawatiran orang-orang. I'm a fresh grad majoring in Industrial Engineering, female, 23 yo, 154 cm and I'm enjoying my life as a worker in a steel pipe factory.

1. Jam Kerja Teratur Mirip Sekolah 
Jam masuk kerja: 07.30
Jam istirahat: 12.00 - 13.00
Jam pulang: 16.30
Taukah kamu kalau di pabrik ada sirine yang bunyi di jam-jam tersebut? Yap, persis seperti bel di jam-jam sekolah.

Ada hal menarik dari pattern jam kerja ini. Di tempat kerja saya, jarak parkir motor karyawan dengan pos-pos kerja dan kantor itu lumayan jauh. Butuh hampir 5 menit jalan kaki melewati hamparan area lapang. Kalau kita sampai sebelum 7.27, orang-orang masih ramai lalu-lalang entah baru datang, habis dari pos absen, atau sedang berjalan dari parkiran. Pokoknya ramai orang saling sapa dan salaman. Tapi lewat pukul 7.27, dijamin lapangan sudah sepi. Kalaupun ada yang lewat cuma ada dua kemungkinan: baru mau pulang setelah lembur/shift 3 atau terlambat datang. Ini membuat saya sebisa mungkin akan datang sebelum jam sepi dimulai. Cuma, ya, kalau malas menyerang, saya juga masih sering datang terlambat (sampai saat ini rekor maksimal 10 menit).  

Sedangkan di jam pulang, dari jam 4-an hawa-hawanya sudah terasa. Mesin-mesin mulai berhenti meraung, orang-orang mulai berberes. Jam setengah 5 waktu sirine pulang menyala, orang sudah siap keluar dari kantor atau pos kerjanya. Bahkan banyak juga yang sudah standby di pos absen masing masing dengan motor terparkir berjejer di sebelahnya. Hahaha. Bukan untuk ditiru yaaa. 
Jam Kerja BPI
Jadi jam 5, (office) pabrik dipastikan sudah sepi. Beda sekali dengan di gedung-gedung perkantoran yang sampai larut malam juga banyak lampunya masih menyala. Kalau kamu workaholic dan suka pulang telat, ini juga gampang sekali ketahuannya.

Buat orang-orang yang suka kerja dengan jam fleksibel, kerja di pabrik sangat tidak disarankan.

2. Makan Siang Gratis
Saya selalu suka makan siang gratis. Pertama karena tidak perlu ribet memikirkan harus makan apa dan dimana. Kedua karena ini bikin hemat. Kalau makan diluar (apalagi ke mal ala karyawan di gedung-gedung tinggi) pasti habis banyak, tergoda beli ini itu yang lain lain.

Makanan di pabrik tempat saya kerja sekarang standar, sih, tapi menurut saya cukup. Kalau di TMMIN kemarin waktu magang, makanannya lebih variatif. Ada dua set menu yang bisa dipilih setiap hari. Beda lagi kalau di Newmont, makan siangnya di box dan isinya luar biasa banyak (porsi tambang).

Selain hemat uang, makan siang gratis di pabrik juga berarti hemat waktu. Habis makan bisa istirahat, orang juga biasanya memanfaatkan sisa waktu istirahat untuk tidur.

3. Seragam Kerja
Sebagian orang berpendapat pakai seragam kerja adalah mimpi buruk karena mereka jadi tidak bisa tampil cetar. Nah, bagi kalian yang berpendapat sama, pabrik jelas bukan tempat kerja yang cocok. Kalau saya sih senang pakai seragam. Alasannya sama seperti alasan suka makan siang gratis: tidak perlu ribet memikirkan besok mau pakai apa dan hemat karena tidak usah beli baju kerja. 

Seragam kerja saya sekarang mirip seragam guru. Lucu deh hahaha. 

Ohya, seperti ada kebijakan tidak tertulis untuk para pekerja perempuan di sini. Kami seperti diizinkan tidak pakai seragam walaupun di buku Perjanjian Kerja Sama (PKB) semua karyawan wajib mengenakan seragam.

Catatan: tidak ada pekerja perempuan di mill.

4. Jumat: Jam Kerja Singkat
Kami wajib senam pagi di hari Jumat pukul 07.30-08.00. Perusahaan mendatangkan instruktur senam ke pabrik dan senamnya diadakan di lapangan. Kalau tidak mood senam, bisa juga main basket atau bulu tangkis atau tenis meja di hall seberang. Kalau tidak mood juga (beberapa orang) kadang kami di depan komputer saja hahaha.

Istirahat di hari Jumat juga lebih cepat (11.30) untuk memberikan waktu tambahan bagi mereka yang menjalankan sholat Jumat. Masuknya tetap pukul 13.00. Pulangnya tetap 16.30, jadi di hari Jumat kami cuma kerja 7 jam :D Ohya, ini sangat tergantung kebijakan masing-masing pabrik. Ada juga yang yam pulangnya dimundurkan 30 menit untuk mengganti tambahan waktu Jumatan.

5. Bonus Jadi Perempuan di Pabrik yang Mayoritas Laki-Laki
Bulan puasa kemarin, DKM pabrik mengadakan buka puasa bersama di Masjid. Ketika datang, setiap orang akan mengambil takjil langsung di meja yang sudah disediakan panitia. Nah, kalau kami para perampuan, takjilnya diantarkan ke tempat duduk. Jadi tidak usah susah-susah antri. Yayyy.

Begitu juga waktu pembagian SHU Koperasi. Para perempuan mendapat kemudahan untuk lagi lagi menghindari keruwetan antri. Kami boleh ambil duluan hehe.

Kalau hari-hari kerja biasa, orang-orang juga cenderung akan membantu perempuan untuk hal-hal yang membutuhkan fisik yang kuat. Bukan karena kami tidak mampu, tapi ya namanya laki-laki biasanya selalu ingin bisa helpful buat perempuan. Semacam insting mereka lah. 

***
Di balik segala macam keteraturan pabrik, sebenarnya sih banyak ketidakpastian di dalamnya. Sangat banyak malah hahaha. Mungkin akan saya ceritakan kemudian. Oh ya, kalau kamu punya pertanyaan seputar kerja di pabrik, boleh tinggal pertanyaan di kolom komentar. Nanti akan coba saya bahas di post-post selanjutnya :D

Bekasi 11 Juli 2017 3.59 pm

  

 
Readmore → Jadi Anak Pabrik 101