Friday, December 31, 2021

2021

It's time of the year again to write that one post: 2021.

I finally admit that pandemic years are weird. Setahun ini isinya ya di kamar, ketemu teman jarang jarang banget. Ya paling mereka mereka lagi. Saya kehilangan kesempatan bertemu dan berteman dengan orang orang baru. Ya, ya, katanya sih itu semua bisa digantikan melalui online apapun itu. Truth is it isnt. Pada akhirnya, lingkaran baru (yang kadang rasanya kurang nyata itu) hanya bertambah dengan orang orang di tempat kerja baru. No offence, sama sekali bukan masalah dengan orang orangnya, they're all super nice, cuma mediumnya saja yang menyebalkan.

Meskipun harus diakui juga, di sisi lain saya senang bekerja online. Tidak usah repot-repot bangun pagi dan berangkat kerja. Ah, hidup memang isinya paradoks.

Anyway, here's my 2021:

Kuartal pertama
Kembali ke Bekasi.
I think this is about accepting the reality that the path is not always smooth and straight. Ini adalah masa masa ujian bagi orang yang meyakini kalau "usaha tidak akan mengkhianati hasil". Ketika kembali ke Jakarta mengharapkan hasil yang diusahakan dengan sangat bersungguh-sungguh ternyata kenyataannya tidak seperti yang diproyeksikan. Saya sempat sangat tidak terima dan sedih, tentu saja.

Terima kasih kepada orang orang yang menemani saya melewati hari hari yang kurang saya sukai itu. 

Pada akhirnya, saya mencoba menerima kenyataan dan kembali pada hal hal yang saya punya.

Tapi. When i accept things. Menerima bahwa mungkin ini jalan lain yang harus diambil, the offer i wanted came! Sudah gila. Saya baru saja kembali bekerja di tempat lama beberapa minggu and they offer me the job i wanted???

Kemudian saya harus bimbang lagi, memikirkan bagaimana caranya resign.

Ya pada akhirnya resign juga dan bayar penalti lumayan juga.

Kuartal Kedua
Landed on the job i wanted.
On the 2020 (and also 2019) recap, i wrote something on getting to know my value and trying to work on a job that is align or at least not conflicting my personal value. Well, it happened! After all those dramas, i got the offer from that retail company which was the subject of many of study cases back at school last year. lol. Some might see it as coincidence, but i would say this is what happen when you *project* and *manifest* what you want. Bonus: i got a very supportive manager and team!

Anyway, I think my love language at work is word of affirmation. So when I received those words saying i did something useful from my boss and other coworker, i feel much more appreciated. They notice what i did despite we never met! And for most, saya bahkan ga pernah tahu rupa mereka. At this point i know I'm in the right place.

Kuartal Ketiga
Isinya cuma bekerja. Kasus covid sedang naik naiknya.
Tapi cukup senang tinggal di Bekasi akhir pekan leyeh leyeh nonton youtube dan balapan F1.

Kuarat Keempat
Kembali ke Bali.
Sepertinya ini adalah periode terlama saya berada di rumah setelah terakhir SMP.
Awalnya saya pun tidak berencana untuk pulang se-lama ini. Cuma setelah di rumah, main dengan blu dan bron, mengapresiasi asrinya pemandangan dan suasana di desa, saya memutuskan untuk tinggal sementara di sini. 

Tahun ini seperti panjang tapi singkat. Cerita saya tentang tahun ini singkat sekali.
Sepertinya ada masalah. Iya, masalah karena setahun tidak menulis. Jadinya ide hanya ditulis pada satu kalimat tanpa elaborasi. Saya juga kurang baca. Hanya 7 buku. 

Tahun ini isinya adaptasi dan semua tentang pekerjaan baru sampai sampai kurang mendedikasikan waktu dan sumber daya untuk hal hal yang saya suka. Masa iya hidup isinya cuma kerja? 

Tahun Depan
Tahun depan saya harus banget menulis. Tidak mau lagi bermalas malasan sampai tau tau tidak bisa menulis lagi. No.

Harus juga membaca. Tanpa referensi, mau menulis apa? Dangkal.

Harus belajar hal baru yang tangible.
Lanjut belajar bahasa Prancis kek atau lanjut digital marketing. 

Lanjut jualan juga penting, kamu sudah menulis ini sejak tahun kemarin.

Karir. I want to do more. Exploring more roles. Leaving tangible outcomes.

Menonton balapan formula 1 di Sirkuit.


Akhir kata, meskipun tahun ini aneh, semoga hal hal baik yang kita usahakan untuk 2022 bisa terwujud. Amin


Readmore → 2021

Saturday, January 30, 2021

Hal-hal yang Kupelajari dari Kulit Wajahku (Nov 2020 - Jan 2021)

Disclaimer: tulisan ini sepenuhnya dibuat berdasarkan pengalaman pribadi, tanpa riset-riset soal kesehatan kulit yg serius. Jangan gunakan sebagai acuan. 

Oktober 2020 adalah bulan ketika saya merasa sangat tidak nyaman dengan keadaan kulit wajah. Ini bukan karena penampakan kulit wajah yang tidak mulus, tapi lebih kepada rasa sakit dan gatal yang timbul bersama jerawat-jerawat yang tidak kunjung selesai. Sebenarnya kalau ditarik ke belakang, kulit saya tidak pernah rewel sepanjang masa sekolah dan kuliah. Saya baru mulai berurusan dengan setelah bekerja di Bekasi. Awalnya ya satu dua, eh merembet jadi urusan yang tidak selesai. Hilang satu, tumbuh lagi di tempat lain. Waktu itu sih merasa tidak terlalu mengganggu karena ya masih bearable. Jadi tidak terlalu ambil pusing. Pakai produk untuk wajah juga seadanya (sabun cuci muka, pelembab jarang jarang, tidak pernah pakai sunscreen). Tidak pernah mendedikasikan waktu untuk mencari tahu kenapa dan harus apa hehehe.

Entah karena sedang stress akibat quarantine berkepanjangan atau juga memang kulit sudah lelah sekali, di Oktober 2020 rasanya jerawat-jerawat ini mulai kelewatan. Akhirnya tidak tahan dan mulai mencari tahu (juga karena tidak banyak yang bisa dilakukan karena quarantine lol).

Di tulisan ini saya akan merangkum hal-hal yang saya pelajari dari cerita menghadapi jerawat dari Oktober kemarin.

1. Basic Skincare Routine (Cleanse - Moisture - Protect)

Fun fact: saya baru tahu basic skincare routine di usia 26 tahun! 

Ini juga karena seorang teman (Dey @deylupi on instagram) yang sangat passionate berbagi soal skincare di akun instagramnya. Awalnya ya saya cuma liat-liat saja, tidak ada keinginan untuk benar-benar cari tahu. Eh tapi karena dia selalu preaching soal cleanse-moisture-protect kok ya nyangkut di kepala. Alhasil waktu muka ini breakout gak kelar-kelar, satu yang saya yakin harus dilakukan adalah melakukan rutin dasar itu. Dey amat sangat menekankan kalau hidrasi adalah hal paling utama yang harus dikhatamkan sebelum hal lain. Singkat kata, kalau kulitnya lembab, kerewelannya bisa ditekan, terus kita bisa lebih fokus mengatasi masalah-masalah utamanya. Kalau mau penjelasan lebih rapih, cek instagram @deylupi aja ya.

Dari sana, saya mulai mengecek produk-produk (yang gak seberapa) yang saya pakai dan sadar kalau sepertinya cleasing step ala waktu itu ala kadarnya (cuci muka selalu buru buru), pelembab gak seberapa lembab (tanpa dibarengi produk lain yg melembabkan jg). Satu satunya yang bisa dibanggakan waktu itu ya cuma udah rajin pakai sunscreen. Sejujurnya, waktu itu sangat tergoda mau beli foreo karena berpikir kalau, "jangan jangan cuci mukanya kurang deep jadi banyak kotoran tidak terangkat. Mungkin kalau pakai bantuan alat bisa lebih bersih terus jerawatnya ilang". Untungnya karena Foreo mahal, saya urungkan niat dan meyakinkan diri untuk menghabiskan sedikit lebih banyak waktu untuk double cleasnsing.

 

Oh ya, beberapa tahun lalu saya sebenarnya pernah sudah pernah pakai micellar water (yang harganya agak mahal) untuk double cleansing tapi malah jerawatan. Dengan sok tau saat itu saya pikir kalau saya tidak cocok pakai micellar water. Ternyataaaaa, i did it wrong. lol. Micellar water ternyata harusnya dipakai sebelum cuci muka, bukan setelah. Haha. Kali kedua pakai micellar water dengan step yang benar, it does help!

 

Hasil dari basic routine ini tentu gak kelihatan dalam semalam (lihat foto Dokumentasi Fase Pertama). Harus konsisten, mau meluangkan waktu melakukan step yang benar dan meluangkan biaya untuk mengganti produk yang tidak cocok.

 

2. Exfoliate untuk meluruhkan kulit mati

Setelah yakin dengan rutinitas dasar di poin 1 sudah dilakukan dengan baik, akhirnya saya merasa perlu untuk step up ke exfo untuk mengikis kulit-kulit mati yang bisa menyumbat pori dan akhirnya bikin jerawat. 

 

Dari pengalaman sebelumnya, saya pernah pakai physical exfo dengan scrub yang berujung muka jadi breakout. Saya juga pernah pakai chemical exfo the bodyshop yang sebenarnya cukup berefek waktu rajin dilakukan. Pernah juga pakai exfo paula's choice BHA 2% tanpa benar benar tahu cara kerjanya dan ga ngefek sama sekali. Dari situ saya mulai cek cek lagi, produk exfo apa yang harus dipakai kali ini.

 

Lagi lagi ini soal top of mind. Beberapa tahun lalu, Melo pernah cerita kalau dia pakai serangkaian produk Paula's Choice dan hasilnya ampuh untuk masalah jerawatnya. Saya tertarik mau coba lagi, apalagi kali ini ceritanya sudah cukup yakin dengan basic skincare

 

Ternyataaaaaaa, it works!!!! (lihat foto Dokumentasi Fase Pertama)

Setelah beberapa minggu dengan basic routine, saya mulai pakai salicylic acid (exfo) dan benzoyl peroxide (spot treatment). Saya rasa sih ini karena kulitnya sudah cukup terhidrasi sehingga efek dari produk eksfoliasi jadi lebih keliatan. Ngga fail kayak dulu :')

Dokumentasi Fase Pertama: Oct-Nov 2020

3. Konsisten

Memasuki tanggal 20-an November, kulit saya mulai rewel lagi. Padahal step skincare yang saya lakukan masih sama. Saya curiga sih ini karena dua hal. Pertama pergantian musim ke summer dan lagi-lagi masalah hormon karena stress mau lulus hehe. Waktu itu saya tetap saja bertahan dengan rutinitas basic. Oh ya, penggunaan exfo juga saya lanjutkan tapi mengganti produknya ke jenis lain (BHA yang dulu pernah saya coba dan tidak ada efek) sekitar tanggal 20an Desember karena produk sebelumnya habis (travel size doang sih). Eh cocok juga dong ternyataaaaaaa. See the picture below!!!

 

Foto terakhir (26 Jan 21) diambil saat saya sudah sebulanan di Indonesia. Can u see the progress?? Jauh banget kaaaaaaan? I guess my hormone sudah agak tenang karena sekarang sudah lulus jg sih lol. Tapi perbaikan tekstur, bekas jerawat yang pudar??? All hail the hydration and some help from exfo sihhhhh.

 

Intinya ya mesti konsisten dengan si basic routine yg sudah baik itu. Usaha ngga akan mengkhianati. hehe.

Dokumentasi Fase Kedua: Nov 20 - Jan 21


4. Mencari produk yang sesuai

Tentu saja ini adalah step yang perlu usaha dan biaya karena cara paling gampang untuk tau produknya cocok atau engga adalah dengan dicoba. Sejujurnya saya gak belajar banyak soal kandungan-kandungan skincare, jadi keputusan beli produk ya banyakan dari liat klaim di kemasan mereka ._. Lagi lagi ini bukan untuk dicontoh ya. Akan sangat baik kalau mampu meluangkan waktu untuk belajar, membaca dulu apa yang sekenanya cocok untuk kebutuhan kita. Nah karena ketidakmampuan itu, saya mesti merelakan beberapa puluh dolar untuk produk-produk yang kurang cocok. Mulai dari pelembab yang kurang cukup menghidrasi hingga sheetmasks yang akhirnya tidak dipakai. Memang sih tidak sebanyak itu, tapi tetap saja sebal.

 

Dalam kasus saya, sangat gampang untuk membeli produk dari brand yang ada di top of mind saya. Dan biasanya ini adalah brand-brand yang pernah disebutkan cocok oleh teman terdekat yg saya percaya opininya dalam urusan per-skincare-an.

 

Satu hal yang sangat penting untuk dicatat: satu produk mungkin cukup lembab/efektif pada satu orang tapi mungkin tidak sama sekali pada orang lain. Kamu perlu mencari tahu sendiri produk mana yang cocok untukmu. 



Sebagai penutup, mengenali kulit sendiri memang bukan hal mudah. Ini bahkan lebih sulit dari mengenali anatomi vagina saat belajar menggunakan menstrual cup. Jadi perlu kesabaran ekstra untuk belajarnya. Kalau mau cepat ya berarti perlu mencari bantuan profesional, yaaa.



Ditulis di Kota S

Readmore → Hal-hal yang Kupelajari dari Kulit Wajahku (Nov 2020 - Jan 2021)

Tuesday, January 19, 2021

Bagaimana Membuat Proses Test Antigen di Balimed Buleleng Agar Lebih Efisien

Halo! Ini adalah post pertama saya di 2021 dan ini agak produktif sih, hehe. Ceritanya sekitar dua minggu lalu saya test COVID-19 jenis Antigen di salah satu rumah sakit di kota saya yaitu Balimed Buleleng. Sejujurnya, kalau dilihat dengan kacamata lokal (dibandingkan dengan layanan publik di Buleleng pada umumnya) prosesnya bisa dibilang cukup baik bahkan perlu diapresiasi karena keramahan dari personilnya. Tapi, berhubung kemarin saya mengambil kelas Business Process Management, jadinya merasa ada yang cukup mengganjal dengan proses tersebut. Dua masalah yang saya temukan adalah 'overservice' dan 'inefficiency'. Keduanya memang sangat berkaitan, tapi pada kasus ini akan saja jabarkan untuk dua hal berbeda.

Sebelum membahas lebih lanjut tentang kedua masalah tersebut, mari kita lihat dahulu proses yang saat ini dijalankan (as-is).

Proses utama dari Tes Antigen di Balimed Buleleng bisa dipecah menjadi dua proses besar. Pertama adalah Registrasi dan kedua adalah proses Tes itu sendiri (Test Day). Kebetulan di hari saya mendaftar, saya datang sekitar pukul 10.30 siang sedangkan pendaftaran dan test mereka ditutup pukul 10 pagi dengan maksimum 15 test per hari. Sehingga di hari pertama saya hanya bisa mendaftarkan diri dan kemudian dilakukan test di hari berikutnya. 

Ilustrasi proses registrasi eksisting dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Salah satu masalah  proses ini dari sudut pandang pengguna layanan adalah tidak adanya petunjuk arah sehingga pengguna layanan sangat bergantung pada arahan dari personnel rumah sakit seperti security. Dari sudut pandang sumber daya pemilik proses, tidak adanya petunjuk arah ini menyebabkan perlunya mendedikasikan pekerja untuk melayani pengguna. Padahal, penggunaan sumber daya ini dapat diminimalisir (meminimalisir pergerakan security dalam escorting dan meminimalisir usaha dalam memberikan petunjuk arah). Selain itu, hal ini juga akan meminimalisir kontak antara pengguna layanan dan pekerja rumah sakit yang sangat penting di kondisi pandemi. Selanjutnya di area resepsionis terjadi pengulangan informasi yang disampaikan pengguna layanan. Dalam hal ini saya kembali mengucapkan keperluan untuk test. Lagi-lagi ini sebenarnya tidak efisien karena sebaiknya informasi ditangkap cukup satu kali saja. Setelah mengulangi hal tersebut barulah saya mendapatkan penjelasan secara mendetail tentang tes tersebut. Tidak banyak kompain di sini meskipun saya harus mengisi form secara manual dan kemudian (asumsi saya) petugasnya memasukan data saya ke dalam sistem. Tapi saya tidak akan membahas mengenai otomatisasi sistem karena sepertinya kurang feasible dari aspek jumlah tes harian dan biaya yang harus dikeluarkan untuk otomatisasi.
COVID-19 Antigen Test at Balimed Buleleng - Registration (as is)

Bagian kedua dari proses ini adalah bagian utamanya yaitu Test Day. Ilustrasi proses di Test Day dapat dilihat pada diagram di bawah ini. Proses ini menurut saya sangat tidak efisien karena banyak sekali waktu tunggunya. Lagi lagi salah satu penyebabnya adalah tidak adanya petunjuk yang jelas mengenai apa yang harus dilakukan di setiap sub-prosesnya. Ketika saya datang, saya ditanyai nama, kemudian disuruh menunggu. Kemudian mereka memanggil saya, memberikan stiker nama (yang nantinya diberikan ke petugas tes) dan menunggu lagi, lihat diagram di bawah. Untungnya, para pegawai di sana sangat ramah, jadi ketidakpuasannya bisa diredam. Nah, masalah lain yang timbul akibat kurang terinformasinya pengguna layanan adalah petugas lagi lagi harus mengantarkan pengguna layanan dari satu titik ke titik lain. Misalkan dari area resepsionis ke area tes kemudian ke area kasir. Padahal, jika pelanggan diberikan informasi yang jelas (baik melalui visual maupun lembaran kertas berisi instruksi lengkap), mereka tidak perlu overservice. Saya sih merasa kasihan dengan petugas yang harus mengantar saya bolak balik dan saat itu dia terlihat menggunakan sepatu yang kurang nyaman untuk mobilitas semacam itu. Setelah itu, saya masih harus menunggu lagi sebelum akhirnya membayar dan menerima hasil tes.

COVID-19 Antigen Test at Balimed Buleleng - Test Day (as is)

Nah, dari ilustrasi di atas, sepertinya sudah cukup jelas, ya, tentang apa yang saya maksud sebagai overservice dan inefficiency.

Sekarang kita masuk ke bagian rekomendasi untuk meningkatkan peforma efisiensi prosesnya.
Menurut saya, adanya petunjuk arah dan informasi yang jelas dan memadai sangat penting dalam meningkatkan efisiensi proses ini. Misalnya saja, rumah sakit perlu menempatkan petunjuk arah menuju area pendaftaran di pintu masuk ataupun area area strategis kedatangan seperti parkir. Dengan demikian, calon pengguna layanan dapat langsung menuju resepsionis tanpa perlu membuang waktunya bertanya pada security. Hal ini juga akan mengurangi penggunaan resource security itu sendiri. Selain itu, informasi yang disampaikan calon pengguna layanan juga cukup satu kali saja di resepsionis. 

Begitu juga petunjuk arah untuk Test Day perlu dibuatkan sehingga petugas tidak perlu mengantarkan pengguna layanan ke area test. Petugas juga perlu memberi tahu pengguna layanan saat konfirmasi kedatang mengenai proses-proses selanjutnya sehingga mereka dapat langsung menuju kasir setelah melakukan tes. Atau, prosesnya dapat dibalik menjadi pembayaran test saat konfirmasi kehadiran di meja resepsionis dan dilanjutkan dengan test. Mengingat lokasi test, resepsionis, dan kasir bisa dibilang bikin bolak balik dengan proses awal, opsi ini akan mengurangi secara signifikan pergerakan pengguna layanan yang tidak perlu. 

Kemudian, untuk mengurangi waktu pergerakan tidak penting serta waktu tunggu saat konfirmasi kedatangan, perlu dibuat alur yang jelas. Dalam hal ini misalnya dibuat jalur antrian yang jelas sehingga pengguna layanan dapat langsung masuk jalur antrian, dan saat berada di depan resepsionis, seluruh informasi maupun stiker nama yang diperlukan langsung diberikan (jadi pengguna layanan tidak perlu bolak-balik). 

Pada intinya, perbaikan dalam visualisasi informasi dan penempatan serta penyampaiannya secara lengkap akan sangat membantu proses ini untuk menjadi lebih efisien. Dengan demikian diharapkan proses menjadi lebih cepat dan usaha yang dikeluarkan (resource, cost) yang tidak perlu bisa dihilangkan.

Seharusnya sih saya gambarkan juga model 'to-be' nya, tapi terlanjur mager di sini. Hehe. 

Tulisan ini benar-benar tidak ada maksud untuk menjatuhkan pihak manapun. Ini adalah murni pendapat saya tentang bagaimana suatu proses (yang saya alami sendiri) dapat ditingkatkan efisiensinya.

Semoga tulisan ini bisa membawa manfaat untuk yang sedang membacanya.

Terima kasih sudah meluangkan waktu.

Sampai jumpa di tulisan berikutnya.

Salam hangat,
Dwika.
Readmore → Bagaimana Membuat Proses Test Antigen di Balimed Buleleng Agar Lebih Efisien