Sunday, July 30, 2017

Dari The xx sampai ERK

Konser pertama yang ditonton di tahun 2017: The xx Live in Singapore! Hoaaaah. Saya sudah mendengarkan the xx sejak beberapa tahun lalu. Mungkin ketika awal-awal kuliah, tepatnya lupa. Dari kali pertama suka The xx sampai sekarang pun, saya belum pernah bertemu teman yang juga suka dengan band asal Inggris ini.

Jujur saja, saya bukan fans berat The xx. Tapi memang musik mereka bagus dan saya suka sekali. Kebetulan ada kesempatan mereka manggung di Singapura. Pikir waktu tahu mereka akan muncul di negeri seberang sesederhana “oke, ini alasan bagus buat ke Sg. Berangkat ah.”

Jadilah di awal April, satu tiket dibeli online, tepat di hari dan jam pertama penjualan tiket mereka. Hahaha.


Menonton band kesukaan di negara orang adalah pengalaman baru. Saya sampai venue 15 menit lewat dari jam yang tertera di tiket. Beruntung ternyata yang sedang di panggung masih opening act: Sampha. Setelah menemukan tempat duduk, awalnya agak canggung karena di sebelah kiri dan kanan adalah pasangan. Hahaha! Okay, saya mencoba embracing the ambience. Tapi entah kenapa tetap terasa kurang nyaman. Terlebih, setelah opening act selesai tampil, ada jeda sekitar 30 menit. Mulai tidak sabar.


Oh ya, mungkin saya yang cupu, saya baru tahu kalau di sini orang-orang menonton konser itu sambil minum bir yang memang dijual penyelenggara. Minum bir dan sibuk ngobrol-ngobrol, setidaknya di waktu-waktu awal sebelum The xx keluar. Rasanya seperti band yang sedang main di panggung cuma backsound mereka.


Entah memang tipe konsernya yang seperti itu dan saya yang kurang cocok. Atau mungkin memang konser kemarin kurang bagus. Saya sebenarnya berharap lebih banyak. Sayang sekali aura magis konser yang bikin merinding itu baru bisa dirasakan di akhir ketika mereka mebawakan ‘Angels’. Dan, mereka mainnya singkat sekali Cuma sekitar 1 jam. Huahhhh. Terlalu sebentar.

Dulu waktu nonton TS di Ancol (walaupun saya bahkan bukan pendengar TS dan penontonnya kebanyakan masih bocah), kok rasanya lebih hype ya. Atau waktu konser SHJ (waktu itu saya fangirl!). Beuh, itu lebih gila lagi letupan-letupan kebahagiaan waktu nontonnya.

Tapi saya sih sama sekali tidak menyesal datang ke Sg. Ada cerita tentang perjalanan dan menikmati negara-kota ini dalam waktu kurang dari 8 jam yang malah lebih seru dari cerita soal konser (post terpisah, setelah ini).

***

Omong-omong, saya bukan maniak konser, juga bukan penggemar berat Efek Rumah Kaca. Tapi, lagi lagi memang karena kesempatan yang saya punya cukup bagus, Selasa malam saya nonton the xx, Rabunya saya nonton ERK di Kuningan City. Kebetulan sekali.

Padahal, tiket 'Tiba Tiba Suddenly Konser Again' ERK ini dijual hanya 3 jam sebelum konser langsung di venue. Gila. Mana mungkin saya akan susah payah sebanyak itu buat menonton band yang cuma sekadar saya dengar. 

Saya jadi nonton konser maraton. Macam pencinta musik padahal aslinya cuma mba-mba pabrik yang kebetulan dengar band-band indie, yang dengan konspirasi semesta membuatnya bisa ada di konser-konser hype itu. Bahahahha. Credit to teman kantor yang hobi meracuni saya dengan segala macam selera musiknya dan antri tiket ERK buat kami.

***

Saya datang ke venue langsung dari CGK tanpa ekspektasi apa apa. Pertama memang karena cuma intens mendengarkan 1 album lama ERK saja. Kedua karena album terakhir mereka susah didengarkan. 

Penampilan mereka dibagi menjadi 2 sesi dengan total durasi sekitar hampir 4 jam. Sesi pertama mereka membawakan lebih banyak lagu-lagu di album barunya. Bisa ditebak, saya kurang paham. Tapi karena penontonnya larut sekali, saya jadi menikmati menjadi bagian dari larutan penonton dalam lagu lagu ERK. 

Nah, sesi kedua mereka mebawakan lagu dari album-album yang dulu memang saya donlot dan dengar dengan frekuensi yang cukup banyak hahaha. I sing along! 

Ada banyak lagu-lagu yang dulu cuma sekadar didengar selewat jadi didengarkan lebih serius setelah konser ini. Saya jadi jatuh cinta dengan 'Melankolia' dan 'Biru'. Padahal dulu mungkin tidak pernah sadar lagu ini ada. 

Ternyata ERK lebih bagus daripada ekspektasi saya. Walaupun dulu (dan sekarang pun kadang masih) sering sinis dengan liriknya.

Ada banyak isu sosial yang mereka angkat, bukan lagu cinta melulu. Seandainya mereka yang mendengarkan bisa lebih serius memaknai lagu-lagunya (bukannya hanya sekedar menyanyi ketika konser), pasti efek baiknya akan bisa lebih besar.

Lagu-lagu mereka bercerita tentang banyak hal. Saya jadi berpikir, apakah mereka yang mendengar benar-benar paham? Atau cuma sekedar membeo (seperti juga saya kemarin-kemarin)?

video credit: Mas Dimas.

Terlepas dari segala skeptisme saya, harus diakui kalau ERK menghasilkan karya-karya bagus. Jika ada kesempatan, rasanya tidak akan berpikir dua kali untuk datang lagi.

***

Random fact:
Karena semalam sebelumnya juga menonton konser, saya jadi memperhatikan perbedaan antara keduanya. Perbedaan the xx kemarin dengan ERK hari ini selain karena skala konser dan tipe venuenya adalah hal-hal yang dilakukan penonton saat menunggu konser dimulai. Di sg kemarin, orang-orang minum bir dan ngobrol di dalam venue (gate sudah dibuka sejam sebelum konser dimulai). Di jkt, orang-orang merokok dan ngobrol di luar (karena gate baru dibuka sesaat sebelum konser dimulai). 

***

Menonton konser memang cuma kebutuhan tersier. Bukan hal mandatory dilakukan agar bisa bertahan hidup. Tapi, menonton konser adalah salah satu hal menyenangkan yang bisa dikerjakan untuk lebih menikmati hidup. Sama seperti travelling, atau menonton bioskop. 

Sudah datang ke konser apa tahun ini?

Bekasi, 29 Juli 2017 10.57 PM
Readmore → Dari The xx sampai ERK

Tuesday, July 11, 2017

Jadi Anak Pabrik 101

Disclaimer: tulisan ini sepenuhnya dari pengalaman saya bekerja di salah satu pabrik milik perusahaan Indonesia dan tidak dijamin keakuratannya dengan yang terjadi di pabrik lain.

Dosen saya dulu waktu awal-awal kuliah pernah bilang "Jangan sampai lulusan Teknik Industri tidak mau kerja di pabrik, maunya di kantoran saja". Perkataan beliau ini merujuk pada kenyataan lulusan sarjana TI sekarang banyaknya mau kerja yang terlihat prestisius di gedung-gedung megah, tidak mau berkotor-kotor menyentuh pabrik.


Memang sih, pabrik itu kesannya selalu panas, kotor, dan kurang keren. Apalagi buat perempuan. Di awal interview pekerjaan ini pun saya ditanyakan hal yang sama menyangkut gender saya, dimana tempat kerja saya ini persentase wanitanya (sepertinya) tidak sampai 10 persen. Mereka menanyakan keseriusan dan kesanggupan saya akan bekerja di area yang mayoritas lelaki. Mungkin saat itu mereka mengkhawatirkan saya. Terlebih apabila nanti diberikan tanggung jawab yang lebih besar untuk mengurus tim yang isinya laki-laki seumuran bapak saya. Hahaha. Pertanyaan yang benar-benar di luar pemikiran ketika interview. 

But, hey, it's been 10 months dan ternyata hidup di pabrik tidak buruk sama sekali kok. Jauh dari semua kekhawatiran orang-orang. I'm a fresh grad majoring in Industrial Engineering, female, 23 yo, 154 cm and I'm enjoying my life as a worker in a steel pipe factory.

1. Jam Kerja Teratur Mirip Sekolah 
Jam masuk kerja: 07.30
Jam istirahat: 12.00 - 13.00
Jam pulang: 16.30
Taukah kamu kalau di pabrik ada sirine yang bunyi di jam-jam tersebut? Yap, persis seperti bel di jam-jam sekolah.

Ada hal menarik dari pattern jam kerja ini. Di tempat kerja saya, jarak parkir motor karyawan dengan pos-pos kerja dan kantor itu lumayan jauh. Butuh hampir 5 menit jalan kaki melewati hamparan area lapang. Kalau kita sampai sebelum 7.27, orang-orang masih ramai lalu-lalang entah baru datang, habis dari pos absen, atau sedang berjalan dari parkiran. Pokoknya ramai orang saling sapa dan salaman. Tapi lewat pukul 7.27, dijamin lapangan sudah sepi. Kalaupun ada yang lewat cuma ada dua kemungkinan: baru mau pulang setelah lembur/shift 3 atau terlambat datang. Ini membuat saya sebisa mungkin akan datang sebelum jam sepi dimulai. Cuma, ya, kalau malas menyerang, saya juga masih sering datang terlambat (sampai saat ini rekor maksimal 10 menit).  

Sedangkan di jam pulang, dari jam 4-an hawa-hawanya sudah terasa. Mesin-mesin mulai berhenti meraung, orang-orang mulai berberes. Jam setengah 5 waktu sirine pulang menyala, orang sudah siap keluar dari kantor atau pos kerjanya. Bahkan banyak juga yang sudah standby di pos absen masing masing dengan motor terparkir berjejer di sebelahnya. Hahaha. Bukan untuk ditiru yaaa. 
Jam Kerja BPI
Jadi jam 5, (office) pabrik dipastikan sudah sepi. Beda sekali dengan di gedung-gedung perkantoran yang sampai larut malam juga banyak lampunya masih menyala. Kalau kamu workaholic dan suka pulang telat, ini juga gampang sekali ketahuannya.

Buat orang-orang yang suka kerja dengan jam fleksibel, kerja di pabrik sangat tidak disarankan.

2. Makan Siang Gratis
Saya selalu suka makan siang gratis. Pertama karena tidak perlu ribet memikirkan harus makan apa dan dimana. Kedua karena ini bikin hemat. Kalau makan diluar (apalagi ke mal ala karyawan di gedung-gedung tinggi) pasti habis banyak, tergoda beli ini itu yang lain lain.

Makanan di pabrik tempat saya kerja sekarang standar, sih, tapi menurut saya cukup. Kalau di TMMIN kemarin waktu magang, makanannya lebih variatif. Ada dua set menu yang bisa dipilih setiap hari. Beda lagi kalau di Newmont, makan siangnya di box dan isinya luar biasa banyak (porsi tambang).

Selain hemat uang, makan siang gratis di pabrik juga berarti hemat waktu. Habis makan bisa istirahat, orang juga biasanya memanfaatkan sisa waktu istirahat untuk tidur.

3. Seragam Kerja
Sebagian orang berpendapat pakai seragam kerja adalah mimpi buruk karena mereka jadi tidak bisa tampil cetar. Nah, bagi kalian yang berpendapat sama, pabrik jelas bukan tempat kerja yang cocok. Kalau saya sih senang pakai seragam. Alasannya sama seperti alasan suka makan siang gratis: tidak perlu ribet memikirkan besok mau pakai apa dan hemat karena tidak usah beli baju kerja. 

Seragam kerja saya sekarang mirip seragam guru. Lucu deh hahaha. 

Ohya, seperti ada kebijakan tidak tertulis untuk para pekerja perempuan di sini. Kami seperti diizinkan tidak pakai seragam walaupun di buku Perjanjian Kerja Sama (PKB) semua karyawan wajib mengenakan seragam.

Catatan: tidak ada pekerja perempuan di mill.

4. Jumat: Jam Kerja Singkat
Kami wajib senam pagi di hari Jumat pukul 07.30-08.00. Perusahaan mendatangkan instruktur senam ke pabrik dan senamnya diadakan di lapangan. Kalau tidak mood senam, bisa juga main basket atau bulu tangkis atau tenis meja di hall seberang. Kalau tidak mood juga (beberapa orang) kadang kami di depan komputer saja hahaha.

Istirahat di hari Jumat juga lebih cepat (11.30) untuk memberikan waktu tambahan bagi mereka yang menjalankan sholat Jumat. Masuknya tetap pukul 13.00. Pulangnya tetap 16.30, jadi di hari Jumat kami cuma kerja 7 jam :D Ohya, ini sangat tergantung kebijakan masing-masing pabrik. Ada juga yang yam pulangnya dimundurkan 30 menit untuk mengganti tambahan waktu Jumatan.

5. Bonus Jadi Perempuan di Pabrik yang Mayoritas Laki-Laki
Bulan puasa kemarin, DKM pabrik mengadakan buka puasa bersama di Masjid. Ketika datang, setiap orang akan mengambil takjil langsung di meja yang sudah disediakan panitia. Nah, kalau kami para perampuan, takjilnya diantarkan ke tempat duduk. Jadi tidak usah susah-susah antri. Yayyy.

Begitu juga waktu pembagian SHU Koperasi. Para perempuan mendapat kemudahan untuk lagi lagi menghindari keruwetan antri. Kami boleh ambil duluan hehe.

Kalau hari-hari kerja biasa, orang-orang juga cenderung akan membantu perempuan untuk hal-hal yang membutuhkan fisik yang kuat. Bukan karena kami tidak mampu, tapi ya namanya laki-laki biasanya selalu ingin bisa helpful buat perempuan. Semacam insting mereka lah. 

***
Di balik segala macam keteraturan pabrik, sebenarnya sih banyak ketidakpastian di dalamnya. Sangat banyak malah hahaha. Mungkin akan saya ceritakan kemudian. Oh ya, kalau kamu punya pertanyaan seputar kerja di pabrik, boleh tinggal pertanyaan di kolom komentar. Nanti akan coba saya bahas di post-post selanjutnya :D

Bekasi 11 Juli 2017 3.59 pm

  

 
Readmore → Jadi Anak Pabrik 101