Monday, June 5, 2017

Dari Universitas Bakrie sampai Bakrie Pipe Industries: Bagian 1

Menjejak Jakarta Sendiri untuk Kali Pertama

Jakarta adalah kota yang begitu sering dielu dan keluhkan. Dielukan karena karena 'kemegahannya', dikeluhkan dengan kerasnya perjuangan yang harus ditempuh orang-orang di sini. Berjuang mengatasi segala macam stress. Terkhusus bagi saya, definisi berjuang adalah menjadi tetap waras di tengah kemacetan yang sungguh tidak masuk di akal. Entah bagaimana caranya orang-orang ini tetap menjalani hari dipenuhi kemacetan jalanan setiap hari kerja. Ah, benar benar tak habis pikir. 

Tapi Jakarta tidak melulu soal stress dan kekejaman ibu kota. Sama seperti bagaimana ia membuat jutaan orang rela berjibaku di tengah keruwetan jalan, Jakarta juga entah bagaimana membuat saya jatuh cinta. Meskipun sama sekali tak cinta dengan macetnya.

***
Bandung sedang gerimis sore itu dan saya sedang menunggu taxi pesanan untuk diantarkan ke pool salah satu travel Bandung-Jakarta di daerah Cihampelas. Perasaan saya benar-benar tidak karuan karena taxi yang (sebenarnya baru) dipesan tadi belum juga datang. Khawatir akan ditinggal travel ke Jakarta. 

Kalau dipikir-pikir lagi, waktu itu berani juga ya. Baru beberapa minggu di Bandung dan memutuskan ke Jakarta sendiri naik travel atas 'riset' lewat gugel. Cuma bermodal keyakinan kalau semuanya normal saja. Tidak ada yang harus dipikirkan. (Dan keyakinan semacam inilah yang kemudian tidak jarang membawa saya pergi tanpa arah sendirian :D hahaha).

Kami sampai di Blora lepas waktu Magrib. Saya dijemput sopir dari tempat kerja Pak Boi, paman saya. Anehnya ketika masa-masa awal ke Jakarta, setiap saya akan menumpang tinggal pasti Pak Boi sedang pulang ke Bali. Jadi lah saya selalu hanya dijemput sopir beliau dan diantarkan ke hotel. Sendirian. Cuma di kamar sampai esok pagi turun sarapan dan diantar ke Kuningan untuk ujian masuk Universitas Bakrie. Saya masih ingat sekali bagaimana pak sopir ini begitu baik hati mengantarkan saya sampai lobi kampus. Kalau diingat-ingat sekarang, rasanya lucu, cupu sekali. 2012. 

Sekitar 2 minggu setelah ujian masuk, sebaris kalimat di portal pendaftaran mahasiswa baru menyatakan bahwa saya lulus Jurusan S1 Teknik Industri dengan Beasiswa penuh. Pengumuman kelulusannya kalau tidak salah beberapa hari sebelum Ibu berulang tahun. Beberpa minggu sebelum ujian masuk universitas negeri.

Pengumuman Ujian Masuk UB

Juni 2012, saya pulang ke Bali dengan perasaan yang agak kacau karena sangat tidak yakin bisa lulus di Bandung. Benar saja, I found myself crying a little loud saat pengumuman hasil ujian masuk kampus negeri. Saya tidak lulus yang juga berarti bahwa saya akan kuliah di Jakarta, bukan Bandung. 

Pengumuman Hasil SNMPTN

***
Kali ini saya ke Jakarta untuk daftar ulang dan mencari rumah kost. Sendiri lagi. Dijemput oleh sopir di bandara dan diantarkan ke hotel, sama seperti sebelumnya. I do enjoy that moment of being alone. I really enjoy myself. Seeing things through the windows like a video clip.

Kali ketiga datang ke Jakarta lagi-lagi sendiri tapi bukan lagi dijemput sopir. Saya memilih taxi sendiri yang ternyata dikibulin. Bandara - Menteng Atas sampai 300 ribu! hahaha.

Di Menteng Atas, saya beruntung sekali dipertemukan dengan pemilik kosan yang perhatian sekali plus penjaga kost yang super baik hati. Opung dan Mba Eci. Empat tahun lebih di Menteng Atas, beberapa kali berniat pindah tapi tidak pernah benar-benar pindah sampai akhirnya saya bekerja di Bekasi. Di kost Opung ini juga saya bertemu dengan teman teman baik hati: Tami dan Yaya. Geng kosan favorit dan satu satunya.


2012, Ulang Tahun Yaya
2017
Menteng Atas amat sangat remarkable. Oh ya, sebenarnya yang membuat saya betah dan cinta Jakarta bukannya benci seperti orang kebanyakan adalah karena definisi Jakarta saya adalah Menteng Atas, Kuningan, dan sekitarnya. Naif sekali. Hidup di Menteng Atas adalah kenyamanan yang langka. Bayangkan saja, kami anak kosan sekitar Mentas hanya perlu jalan kaki ke Epicentrum, Ambasador, atau bahkan Kota Kasablanka (saya sih suka jalan kaki ke sini lewat kuburan karena memang suka jalan kaki). Ibaratnya semuanya begitu mudah dijangkau dari Mentas. Mal, GOR, taman, bioskop. Ke bagian Jakarta yang lain juga tak jauh-jauh amat. Kalau saya punya banyak uang, saya mau punya rumah di Menteng Atas saja lah. Hahaha.

(bersambung ke Bagian 2, besok!)


Harapan Indah, 05/06/2017 20:07