Tuesday, January 23, 2018

Suatu Pagi

Pukul 8.30 pagi. Dia sedang menuang bumbu pop mie ke dalam wadah sambil menerawang kosong ke jendela yang mengarah selasar gedung tengah. Tak ada yang lewat, tapi ia memang tidak mengharapkan siapapun. Pikirannya melayang di sela riuh obrolan bapak-bapak ruang sebelah. Sekelebat pikirannya berkelana ke sore hari kemarin, saat akhirnya dia bicara pada bos. Ia terbayang soal apa yang mungkin ada di pikiran si bos. Perempuan berbadan kecil dari pulau yang indah tiba-tiba mendamparkan diri di kota kecil yang sesak dengan pabrik dan polusi. Apa maunya? Dan pertanyaan itu segera berubah menjadi pertanyaannya sendiri.

Masih menerawang menembus jendela transparan yang berseberangan langsung dengan ruangan seorang manager dengan jendelanya selalu bertutup rapat oleh tirai. Pikiran lain menghampirinya. Seolah tiba-tiba ia paham mengapa dirinya di tempat ini. Benarkah?

Belum sempat ia menjustifikasi alasan-alasan soal kenapa ia di sini, si bos masuk ke ruangan. Beliau bicara soal pekerjaan, meminta penjabaran rencana produksi setahun ke depan untuk disiapkan karena ini adalah awal tahun. Tangan si bos masih memegang gagang pintu yang setengah menutup ketika ia keluar, tapi ia tahan dan kembali masuk. Kali ini beliau bicara hal lain, soal obrolan mereka kemarin. Ternyata si bos cukup cepat menangkap maksud 'kekosongan' yang ia utarakan. Namun, ditolak mentah-mentah oleh atasan langsung anak ini. "Pekerjaan dia sudah banyak, jangan semua pekerjaan dibebankan ke dia."

Ia geming di kursinya, menatap kedua atasan beradu alasan, tersenyum masam.

Ya, pada akhirnya pekerjaan tambahan tidak jadi dibebankan. 

Bekasi, 23.01.2018 10.38